KLIKANGGARAN -- Berniat untuk tagih janji Presiden dan Menteri ATR/BPN RI, ratusan masyarakat Suku Anak Dalam (SAD) dan Petani akan melakukan aksi berjalan kaki dari Jambi ke Jakarta. Hal ini di sampaikan oleh Abun Yani salah satu tokoh masyarakat SAD 113, Rabu (02/02/2022) di Muara Bulian. Dikatakan Abun, surat pemberitahuan aksi telah di sampaikan kepada Bapak Kapolri cq. KABAINTELKAM di Jakarta pada hari ini tanggal 2 Februari 2022.
Bertahun-tahun konflik agraria yang melilit SAD dan Petani Jambi dan sampai saat ini tidak kunjung selesai, berbagai jalan sudah ditempuh oleh SAD dan Petani untuk mengusahakan penyelesaian konflik tersebut, mulai dari negosiasi, aksi massa, hingga aksi pendudukan. Namun belum ada penyelesaian tuntas atas kasus konflik agraria tersebut, papar Abun Yani yang juga sebagai Korlap rencana aksi jalan kaki.
"Terkait dengan persoalan tersebut, maka kami masyarakat SAD dan Petani akan melakukan aksi jalan kaki dari Jambi menuju Jakarta, yang akan dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 10 Februari 2022 mendatang," lanjutnya.
Baca Juga: Kapolri Ungkap Pentingnya Peran Satpam, Apakah Itu?
Abun Yani mengatakan bahwa aksi jalan kaki tersebut bertujuan, menagih janji bapak Presiden RI Joko Widodo untuk segera menyelesaikan konflik-konflik pertanahan dan kehutanan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, meminta kepada bapak Presiden RI dan Kementerian ATR/BPN agar segera mengembalikan lahan 3.550 hektar milik SAD dengan menerbitkan Sertifikat Komunal berdasarkan surat menteri ATR/Kepala BPN nomor 1373/020/III/2016 tanggal 29 Maret 2016, hasil rapat dengan Menteri ATR/BPN RI tanggal 15 Juli 2020 dan berta acara rapat tanggal 07 Agustus 2020 dengan Kementerian ATR/BPN RI.
Selain itu, aksi itu juga akan meminta Presiden RI dan menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI merekomendasikan kepada Menteri ATR/Kepala BPN untuk membatalkan perpanjangan izin HGU PT Berkat Sawit Utama (BSU) yang sudah diterbitkan tanggal 18 Oktober 2019 dan menata kembali tanah negara tersebut baik untuk kepentingan Negara maupun untuk kesejahteraan bagi masyarakat SAD dan masyarakat miskin lainnya.
Baca Juga: Kabar Terbaru dari Kondisi Tukul Arwana Diungkap Manajer, Bagaimana Kondisinya Saat ini?
Selanjutnya, mereka juga akan meminta Presiden RI dan Kementerian ATR/BPN untuk mengembalikan areal seluas 375 hektar milik SAD Muara Medak Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan yang telah digusur oleh PT Bahari Gembira Ria (BGR), papar Abun Yani.
"Kita juga meminta kepada ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI untuk segera memfinalisasikan penyelesaian konflik PT Agro Alam Sejahtera (AAS)/PT Winakasita Nusantara (WN) dengan masyarakat dusun Mekar Jaya, Dusun Kunangan Jaya II dan Dusun Sungai Butang dengan segera menerbitkan SK Adeddum Dusun Mekar Jaya seluas 3.783 hektar, Dusun Kunangan Jaya II seluas 4.193 hektar dan Dusun Sungai Butang seluas 1.287 hektar berdasarkan hasil rapat tanggal 4 April 2017, tanggal 18 Agustus 2018, tanggal 10 September 2019, tanggal 4 Februari 2020 dan tanggal 3 Juli 2020," papar Abun.
Abun Yani juga menyampaikan dalam tuntutan, meminta kepada ibu Menteri LH dan Kehutanan RI untuk memfasilitasi dan memberikan akses ligal kepada KOPTANHUT Buluh Lestari Desa Muntialo Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar) yang berkonflik dengan PT Wirakarya Sakti (WKS) sejak tahun 2001, dimana manajemen PT WKS tidak melaksanakan Surat Perjanjian Kerja yang sudah ditandatangani bersama pengurus KOPTANHUT Buluh Lestari pada tanggal 31 Maret 2001.
Baca Juga: Frets Listanto Ungkap Kondisi PERSIB Jelang Laga Lawan PSM Makasar, Apa Katanya?
Juga meminta kepada ibu Menteri LH dan Kehutanan RI untuk segera menerbitkan SK Adeddum areal Desa Muara Bahar Sumatera Selatan yang merupakan Pemukiman, Fasum, Fasos, Perkebunan warga, dan lainnya seluas 3.882,2 hektar dari izin konsesi PT Rimba Hutan Mas (RHM) berdasarkan hasil rapat di kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI tanggal 15 September 2020.
Abun Yani juga menegaskan bahwa mereka meminta kepada KPK RI untuk mengusut dugaan kegiatan perambahan dan penguasaan kawasan hutan secara masif tanpa izin yang diduga dilakukan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit, perusahaan pemegang izin HTI, dan perusahaan tambang di Provinsi Jambi, serta adanya dugaan perusahan-perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tidak membayar Biaya Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) sehingga menimbulkan potensi kerugian negara pada sektor PBB bidang P3 dan PNBP yang mencapai ratusan miliar rupiah, dan termasuk mengusut pejabat negara/pemerintah yang diduga terlibat dalam persekongkolan tersebut.
Baca Juga: Waspadai Hadis Palsu Tentang Puasa Rajab, Ustad Adi Hidayat Mengingatkan!