Batanghari, Klikanggaran.com-- Masyarakat Suku Anak Dalam (SAD), petani Kabupaten Batanghari, dan Muaro Jambi yang berkonflik dengan Perusahaan PT Asiatik Persada/ PT Berkat Sawit Utama (BSU ) sejak tanggal 24 Oktober 2019 sampai sekarang masih melakukan aksi pendudukan lahan di perkebunan PT Asiatik Persada.
Aksi ini merupakan rangkaian kegiatan aksi jalan kaki Jambi - Jakarta yang mereka lakukan dari tanggal 28 Agustus 2019, dari aksi jalan kaki tersebut mereka kembali menduduki lahan karena di panggil oleh Pemerintah Kabupaten Batanghari untuk melakukan pertemuan untuk menyelesaikan konflik. Akan tetapi, pertemuan tersebut tidak membuahkan hasil. Oleh sebab itu, masyarakat SAD dan petani melakukan pendudukan lahan. Demikian diungkapkan Nurman Nuri, salah satu masyarakat SAD dari Masyarakat Adat SAD Batin IX Jambi.
Baca: Jelang Natal dan Tahun Baru, Aparat Razia Angkutan Umum Tak Layak Jalan
Nurman mengatakan bahwa aksi pendudukan lahan saat ini dalam rangka mendorong proses penyelesaian konflik SAD dan petani dengan PT BSU/PT Asiatik Persada. Pada tanggal 11 November 2019 sebuah tim lengkap dari Pemerintah Kabupaten Batanghari turun mengecek areal pelepasan HGU PT Asiatik Persada seluas 3.700 hektar secara sukarela. Namun, kenyataannya sampai tanggal 14 November 2019 lahan tersebut berada di luar HGU PT BSU/PT Asiatik Persada (di luar parit gajah) dan lahan tersebut merupakan lahan masyarakat yang tidak pernah berkonflik, bahkan lahan tersebut ada yang telah mempunyai Sertifikat Hak Milik (SHM).
"Kami masyarakat SAD dan petani sangat kecewa karena Negara pun telah dibohongi dengan pelepasan tersebut,” kata Nurman.
Baca: Wiranto: Saya Pendiri Partai Hanura, Tapi Tidak Diundang Munas
Menurut Nurman, pada tanggal 9 Desember 2019 Tim Terpadu Kabupaten Batanghari, BPN dan perusahaan melakukan sosialisasi di areal yang dilepas 3.700 hektar di wilayah unit 19, unit 16, unit 6 dan unit 12 ini. Tindakan tersebut dilakukan untuk memuluskan perpanjangan HGU PT BSU/PT Asiatik Persada. Nurman menegaskan bahwa mereka seharusnya mencari solusi penyelesaian konflik SAD dan Petani bukan malah menambah konflik baru.
Baca: KPK Sudah Tahu Siapa Kepala Daerah yang Cuci Uang di Kasino
Pada tanggal 16 Desember 2019 kami melakukan kegiatan penghidupan sementara untuk kebutuhan perut menjelang konflik SAD dan Petani di 3.550 hektar dan wilayah konflik lainnya selesai. Hasil kegiatan tersebut di kembalikan pada Perusahaan untuk ditukar dengan beras caluk asam.
Sementara itu, Amiruddin Todak, salah satu pendandamping masyarakat SAD dan Petani dari Lembaga Aliansi Indonesia ( LAI ), di kantor sekretariatnya Rabu (18/12) mengatakan dalam waktu dekat ini beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat yang ada di Batanghari bersama beberapa tokoh masyarakat SAD dan Petani akan melaporkan tindak pidana perkebunan yang diduga dilakukan oleh PT BSU/PT Asiatik Persada yang melakukan kegiatan perkebunan dan mengambil nilai ekonomi, dikawasan hutan, areal konservasi, sepadan sungai, di luar izin peta HGU No. 1/BH/1986 Tanggal 23 Juli 1986 dan melakukan penggusuran terhadap lahan masyarakat.
Sedangkan, PT Jamer Tulen dan PT Maju Perkasa Sawit (MPS) telah melakukan kegiatan usaha perkebunan diatas tanah negara yang dikuasai tanpa izin dan tanpa hak.
"Kegiatan yang dilakukan perusahaan tersebut terindikasi merugikan negara dan masyarakat,” tandas Amir.