Meski demikian, rincian penggunaan dana, otoritas rekening, dan klasifikasi transaksi masih dipandang sebagai bagian audit yang belum dapat dijelaskan ke publik.
“Kalau melihat data yang ada, memang tercatat ada alur masuk seperti itu. Tetapi detail penggunaan, pengelolaan dan pembatasan otoritasnya, itu masih ranah internal," tuturnya.
"Kami belum bisa menjelaskan satu per satu,” tambahnya.
Isi Audit 2022: Transfer Besar, Utang, hingga Dana Bantuan Hukum
Audit 2022 tersebut mengungkap sejumlah transaksi bernilai besar dari rekening PBNU. Termasuk di dalamnya pengeluaran lebih dari Rp10 miliar yang dikategorikan sebagai pembayaran utang, tetapi dinilai belum didukung pembukuan yang memadai.
Selain itu, laporan juga mencatat transfer dalam jumlah signifikan pada Juli–November 2022 ke rekening Abdul Hakam. Temuan ini ditautkan pada memo internal 22 Juni 2022 yang menugaskan Lembaga Bantuan Hukum PBNU mendampingi perkara suap yang menjerat Mardani Maming.
Dalam dokumen audit yang viral, transaksi tersebut dinilai tak hanya menyangkut manajemen kas, tetapi juga berpotensi menimbulkan persoalan hukum apabila tidak ada pemisahan jelas antara dana organisasi dan kepentingan perorangan.
“Ini bukan hanya menunjukkan buruknya manajemen keuangan, tetapi ancaman yang lebih besar," demikian tertulis dalam laporan audit.
"Yakni potensi rambatan hukum serius yang bisa dikualifikasikan sebagai TPPU jika tidak ada penataan kendali rekening dan dokumentasi penggunaan yang akuntabel,” lanjut poin tersebut.
Audit itu disusun oleh KAP Gatot Permadi, Azwir, Abimail untuk periode 1 Januari–31 Desember 2022 sebagai acuan penting Syuriyah dalam mengambil sikap organisasi.
Empat Transaksi Masuk dari Grup Batulicin
Laporan audit menyebut terdapat empat transaksi masuk bernilai besar pada 20–21 Juni 2022.
Data yang terlanjur tersebar di media menyebut dana tersebut berasal dari grup tambang PT Batulicin Enam Sembilan, perusahaan milik Bendahara Umum PBNU saat itu, Mardani H. Maming.
Catatan auditor menyatakan meski rekening menggunakan nama PBNU, kendali operasional berada pada Mardani. Dua hari setelah aliran dana terakhir, tepatnya 22 Juni 2022, KPK mengumumkan Mardani sebagai tersangka korupsi izin usaha pertambangan.**