Thomas menegaskan, fenomena di Cirebon itu tidak terkait dengan hujan meteor Draconid yang memang sedang berlangsung antara 5–8 Oktober 2025.
“Karena ini ukuran cukup besar sehingga menimbulkan gelombang kejut,” katanya.
Sebagai informasi, hujan meteor Draconid merupakan peristiwa tahunan akibat serpihan komet 21P Giacobini-Zinner yang terbakar di atmosfer Bumi. Biasanya menghasilkan sekitar 10 meteor kecil per jam, berbeda dengan meteor Cirebon yang berskala besar dan tunggal.
4. BMKG Kertajati Lakukan Penelusuran
Sementara itu, BMKG Stasiun Kertajati masih meneliti sumber dentuman keras yang dirasakan warga.
Kepala Tim Kerja Prakiraan, Data, dan Informasi BMKG Kertajati, Muhammad Syifaul Fuad, menjelaskan bahwa suara ledakan bisa disebabkan berbagai faktor, seperti petir, gempa, atau longsor. Namun, kondisi cuaca saat kejadian dilaporkan cerah berawan.
“Biasanya suara ledakan atau getaran bisa muncul dari awan konvektif akibat sambaran petir. Berdasarkan citra satelit, tidak ada indikasi awan konvektif di sekitar wilayah Cirebon saat kejadian,” kata Fuad.
Fuad menambahkan bahwa sejauh ini belum ditemukan tanda-tanda fenomena meteorologis ekstrem yang bisa menjelaskan asal dentuman tersebut.
5. Fenomena Langka, BRIN dan BMKG Lanjutkan Riset
Baik BRIN maupun BMKG kini tengah mengumpulkan data tambahan untuk memastikan lokasi pasti jatuhnya meteor.
Masyarakat diimbau tetap tenang dan segera melaporkan ke pihak berwenang jika menemukan benda asing yang diduga sisa meteor di kawasan pantai utara Jawa.**