KLIKANGGARAN -- Memasuki tahun politik dan pemungutan suara yang semakin dekat, maka masyarakat dituntut memiliki kesadaran secara aktif untuk mengawal proses pemilihan umum (pemilu) yang jujur, terbuka dan berintegritas, termasuk para pendidik/guru dan organisasi profesi guru. Apalagi pemilih pemula cukup tinggi angkanya. Para pemilih pemula tersebut notabene anak sekolah yang saat ini berada di jenjang SMA/SMK.
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) memantau bahwa selama pemilu para guru cukup memiliki pengaruh menjadi salah satu acuan para peserta didiknya dalam memilih siapa dalam Pemilu, oleh karena itu para pendidik, apalagi yang berstatus ASN wajib menjaga netralitas, jangan menyampaikan pilihan politiknya di kelas, termasuk di media sosial karena akan menggiring peserta didiknya memilih paslon tertentu yang sama dengan pilihan gurunya.
Oleh karena itu, FSGI mendorong Dinas-dinas Pendidikan di berbagai daerah wajib mengingatkan jajarannya dan para pendidik/tenaga pendidikan untuk menjaga netralitas dalam Pemilu. Akan lebih baik, para pejabat Dinas-dinas Pendidikan juga harus mencontohkan keteladanan atas netralitas ini.
Bagi FSGI, kekhawatiran ini sangat beralasan mengingat sudah ada peristiwa dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Kabid SMP Dinas Pendidikan kota Medan yang memberikan arahan kepada sejumlah orang dalam ruangan tertutup yang terekam dalam video yang viral, yang berisi pengarahan Kepala Bidang (Kabid) SMP Dinas Pendidikan Kota Medan, Andy Yudhistira yang diduga cawe-cawe menyuruh para guru memilih paslon nomor urut 2 di Pemilu 2024 yang terekam video yeng kemudian viral.
Dalam video tersebut, Kabid SMP memberikan arahan kepada sejumlah orang (diduga kepala sekolah/guru) dalam suatu ruangan tertutup. Pria tersebut menyebutkan bahwa saat ini Prabowo Subianto masih memiliki kekuasaan karena menjabat Menteri Pertahanan, sedangkan Gibran Rakabuming Raka adalah anak dari Presiden Joko Widodo. Tidak hanya itu ybs juga mengingatkan orang-orang yang hadir di ruangan itu bahwa Benny Sinomba yang menjabat Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan saat ini merupakan saudara dari Wali Kota Medan, Bobby Nasution.
Atas kejadian tersebut, FSGI mendorong Bawaslu Kota Medan bertindak tegas dan tidak pandang bulu, ada juga pernyataan Kabid tersebut yang terkesan mengintimidasi para guru yang dilakukan secara terang-terangan. Karena tindakan yang dilakukan Kabid SMP Dinas Pendidikan Kota Medan itu di duga kuat melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang bisa dijerat hukuman penjara 1 tahun atau denda paling banyak Rp12 juta.
Pernyataan Presiden Di Lanud Halim Tidak Melanggar Aturan, Namun Berpotensi Melanggar Etika dan Sarat Konflik Kepentingane
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menduga kuat saat ini banyak indikasi yang mengarah pada potensi ketidaknetralan aparat termasuk ASN akibat pernyataan Presiden Jokowi pada 24 Januari 2024 di Bandara Halim Perdanakusumah. Padahal, Pemilu merupakan amanah konstitusi yang dituangkan dalam undang-undang dan dilaksanakan setiap lima tahun sekali untuk memilih Presiden/Wakil Presiden, wakil-wakil rakyat yakni DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, DPD dan Kepala Daerah.
Presiden Jokowi menyatakan bahwa,“Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap Menteri sama saja. Yang penting, Presiden itu boleh lho kampanye. Presiden itu boleh lho memihak. Boleh, tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara dan harus cuti”.
Meski yang dinyatakan Presiden Jokowi ada dalam UU Pemilu, namun FSGI menilai Presiden seolah melakukan endorse pada capres tertentu karena pernyataan tersebut disampaikan terbuka saat kegiatan kenegaraan di Lanud Halim ketika diwawancarai awak media yang didampingi oleh Panglima TNI dan Menteri Pertahanan yang merupakan Capres berpasangan dengan anak Jokowi. Tindakan ini mungkin tidak melanggar aturan, namun bisa melanggar etika sebagai pejabat public karena ada konflik kepentingan.
Dari catatan FSGI, pernyataan Presiden pada 24 Januari 2024 tersebut bertentangan dengan pernyataan sebulan sebelumnya, saat Presiden Jokowi memberikan sambutan pada Rapat Konsolidasi Nasional 2023 dalam rangka kesiapan Pemilu 2024 di Istora Senayan, 30 Desember 2023, Presiden Jokowi menegaskan : ”Kepada Kepada seluruh aparat negara, saya sudah bolak balik sampaikan, baik ASN, TNI, POLRI, harus bersikap netral dan tidak memihak”.
Selain itu, pernyataan tersebut juga bertentangan dengan pengarahan Jokowi kepada pejabat(PJ) Kepala Daerah di Istana Negara, pada 30 Oktober 2023. Presiden menergaskan bahwa “Saya minta jangan sampai memihak. Itu dilihat itu. Hati-hati Bapak Ibu dilihat. Mudah sekali kelihatan Bapak memihak atau enggak”.
Bahkan, netralitas sebagai Presiden juga diungkapkan Jokowi usai menghadiri Peringatan Hari Santri di jawa Timur pada 22 Oktober 2023, yang menyatakan akan memberikan dukungan pada semua paslon untuk kebaikan negara ini. Kalau ternyata berpihak pada salah satu paslon maka hal ini tentu bukan untuk kebaikan marwah demokrasi di negara ini.
Berbagai pernyataan yang pada akhirnya tidak konsisten dari seorang Presiden tersebut, mungkin tidak melanggar aturan apapun, namun bisa saja melanggar etika/etik. Etika secara umum/luas adalah suatu norma atau aturan yang dipakai sebagai pedoman dalam berperilaku di masyarakat bagi seseorang terkait dengan sifat baik dan buruk.