Selama beberapa bulan terakhir, AS dan China saling memberlakukan tarif tambahan yang menghantam berbagai sektor industri, termasuk teknologi dan logam tanah jarang. Belakangan, aksi balasan juga merambah ke biaya pelabuhan bagi kapal asing.
China menetapkan biaya pelabuhan baru untuk kapal berbendera AS sebesar 400 yuan per tonase bersih, dan angka itu akan terus meningkat hingga 1.120 yuan pada 2028. Merespons, Trump menaikkan tarif impor produk asal China hingga 100 persen serta membatasi ekspor perangkat lunak penting.
Konsekuensinya terasa terhadap rantai pasok global, termasuk Indonesia yang masih bergantung pada stabilitas perdagangan internasional.
Respons Dunia Usaha di Indonesia
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Anindya Bakrie, menilai dinamika tarif tersebut mencerminkan ketidakpastian kebijakan global yang dapat memengaruhi pasar.
“Secara umum, dunia sekarang penuh tantangan. Tarif itu bukan hanya soal saling mengungguli. Yang lebih bahaya justru ketidakkonsistenan kebijakan yang terus berulang,” ujar Anindya dalam Indonesia International Sustainability Forum (IISF) di Jakarta, pada 11 Oktober 2025.
Ia menambahkan, situasi tersebut menjadi alasan bagi Indonesia memperluas pasar ekspor ke Eropa, yang dinilai memiliki stabilitas kebijakan serta pasar bernilai 21 triliun dolar AS.
“Karena market size-nya besar dan kebijakan mereka lebih stabil, itu menjadi peluang bagi kita,” tukas Anindya.**
Artikel Terkait
Seskab Teddy: Presiden Prabowo di China Kurang dari 8 Jam, Hadiri Undangan Xi Jinping lalu Pulang ke Indonesia Malam Harinya
Trump Umumkan Akhir Perang Gaza di KTT Mesir: Teken Gencatan Senjata hingga Pujian untuk Prabowo
Ketegangan Perdagangan AS-China Mulai Mereda, Dialog Kuala Lumpur Jadi Langkah Awal Menuju Gencatan Ekonomi Global
Di KTT ASEAN Kuala Lumpur, Trump Puji Kepemimpinan Negara ASEAN: “Everything You Touch Turns to Gold”