(KLIKANGGARAN) — Sejumlah prajurit Indonesia menyatakan kesiapan mereka untuk diberangkatkan ke Gaza sebagai bagian dari misi perdamaian di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Mereka menegaskan, kehadiran pasukan Indonesia bukan untuk berperang, melainkan membawa misi kemanusiaan dan menjaga keamanan warga sipil.
Letda Laut Kesehatan Lia Aliyah, 25 tahun, mengaku sangat terhormat apabila dipercaya menjadi bagian dari pasukan perdamaian tersebut.
“Pikiran pertama saya yaitu, tentunya saya akan rasa sangat bangga dan suatu kehormatan bagi saya. Karena hal ini tidak semua orang mendapatkan kesempatan yang sama seperti saya,” ujar Lia saat ditemui di kawasan Monas dalam momen HUT TNI ke-80, Minggu (5/10).
Ia menambahkan, penugasan itu adalah amanah besar yang menuntut kesiapan mental dan fisik.
“Kemudian ini juga suatu amanah yang besar untuk saya. Sehingga saya harus mempersiapkan diri. Mulai dari mental, fisik, dan sebagainya. Karena kami juga di sini untuk melindungi masyarakat sipil, menciptakan keamanan dan juga masa damai untuk masyarakat,” tambah Lia.
Bagi Lia, kepercayaan masyarakat lokal adalah kunci keberhasilan misi perdamaian.
“Menurut saya, tantangan paling besar bagi kita, pasukan perdamaian Indonesia yaitu membangun rasa kepercayaan dari masyarakat lokal. Tanpa adanya rasa kepercayaan itu, kita sebagai pasukan perdamaian Indonesia tidak akan berjalan secara efektif,” katanya.
Hal senada disampaikan Sertu Kowad Cut Fadila Arsya, 27 tahun, dari Bagian Operasi Perencana Satgas. Ia menegaskan motivasi utama prajurit Indonesia adalah nilai kemanusiaan dan profesionalisme.
“Nilai yang kami ambil adalah tanggung jawab kemanusiaan dan profesionalisme sebagai prajurit yang ditugaskan dalam perdamaian negara,” ujarnya.
“Prajurit bukan hanya sekadar mengabdi pada negara, tetapi kepada manusia — terutama negara yang memiliki konflik seperti Gaza, yang membutuhkan keamanan dan kepedulian, merangkul masyarakat dari kami sebagai prajurit,” tambah Cut Fadila.
Sementara itu, Kopral Dua Hari Puro, 36 tahun, juga menyatakan kesiapannya bila sewaktu-waktu ditugaskan. Ia menegaskan bahwa misi perdamaian berbeda dengan operasi militer.
Baca Juga: Cedera Belum Pulih Total, Kluivert Pertimbangkan 3 Striker Pengganti Ole Romeny di Timnas Indonesia
“Baik, secara mental dan emosional kami tanamkan sejak dini bahwasanya tugas ke depan itu bukan operasi militer, melainkan tugas kemanusiaan,” ujarnya.
“Bukan mengalahkan musuh sebagai prioritas kami, tetapi melindungi warga sipil sebagai prioritas kami. Dan itu tentunya membutuhkan kesabaran dan juga kekuatan menahan diri,” lanjut Hari Puro.
Artikel Terkait
MK Tolak Uji Formil UU TNI, Namun 4 Hakim Kritik Minimnya Keterbukaan Publik dan Desak Revisi dalam 2 Tahun
Inilah Respons TNI, Korlantas, dan Istana soal Protes Sirene dan Strobo: Aturan Ketat, Evaluasi Penggunaan, hingga Imbauan Presiden
Dugaan Oknum TNI Pukul Pengemudi Ojol di Pontianak, Korban Alami Patah Hidung Meski Pelaku Minta Maaf Proses Hukum Tetap Berjalan
Makna Strategis Amanat Prabowo di HUT ke-80 TNI: Dari Kedaulatan Alam, AI, hingga Regenerasi Pemimpin Berbasis Prestasi
Prabowo Ucapkan Terima Kasih ke Istri dan Anak Prajurit di HUT ke-80 TNI: “Yang Maha Kuasa Selalu Beserta Kalian”