KLIKANGGARAN – Lembaga think tank Inggris, Royal United Services Institute (RUSI), mengungkapkan ketimpangan signifikan antara kapasitas industri pertahanan Rusia dan negara-negara Eropa Barat di tengah konflik Ukraina.
Dalam laporan Kamis (12/10), RUSI menyebut Rusia berhasil meningkatkan produksi perangkat militer secara masif, sementara basis pertahanan Eropa dinilai "jelas tidak memadai" untuk menghadapi tantangan tersebut.
Laporan tersebut menyoroti rencana mobilisasi industri militer Rusia yang telah disiapkan sejak awal perang.
Moskow disebut mengoptimalkan koordinasi terpusat di sektor pertahanan, memindahkan anggaran dari sektor lain, serta memberikan kredit khusus kepada perusahaan senjata untuk mempercepat produksi.
Baca Juga: Trump Kerek Tarif Impor AS hingga 10%, Pasar Global Guncang
"Rusia bekerja dalam tiga shift tanpa henti, menguasai teknologi canggih dan meningkatkan output secara kolosal," ujar Presiden Vladimir Putin pada Februari lalu, mengklaim industri pertahanan negaranya mencapai "terobosan nyata."
Sebaliknya, negara-negara Eropa anggota NATO—yang telah mengucurkan senjata dan amunisi ke Ukraina—ternyata menghadapi kendala struktural.
Meski melakukan investasi besar, upaya mereka dinilai "tidak efektif" akibat fragmentasi pasar, persaingan internal, dan regulasi yang justru "merugikan diri sendiri."
"Eropa tidak memiliki rencana mobilisasi. Mereka hanya bisa memberi insentif, tanpa kontrol nyata atas industri," tulis RUSI.
Kelemahan lain yang diungkap adalah minimnya pemahaman pemerintah Eropa terhadap rantai pasokan industri pertahanan sendiri.
Hal ini memicu ketidakefisienan anggaran, seperti pembiayaan proyek yang tumpang-tindih dan ekspansi tidak merata.
Baca Juga: Hotman Paris Beri Tips Kontroversial ke Lisa Mariana: Tes DNA Kunci Menang Lawan Ridwan Kamil
Sementara Rusia mengalokasikan 6,3% PDB dan 32,5% anggaran negara untuk pertahanan pada 2024—menurut Menteri Pertahanan Andrey Belousov—negara Eropa kesulitan memobilisasi investasi sebanding.
"Uang mereka dibelanjakan dengan sangat tidak efisien," kritik laporan itu.
Artikel Terkait
Resmi Diblokir di AS, TikTok Terancam Denda Rp81,9 Juta per Pengguna yang Masih Akses Aplikasi Ini, Isu Keamanan Jadi Alasan
Siapa Pelaku Penusukan Saif Ali Khan, Inilah Sosok Mohammad Shariful Islam Shehzad Alias Bijoy Das
Apa Alasan Donald Trump Tarik Amerika Serikat dari WHO? Berikut Penjelasannya
Gaya ala Nazi Elon Musk di Pelantikan Donald Trump, Ternyata Pernah Minta Warga Jerman Pilih Partai Anti Imigran
Donald Trump akan Relokasi Warga Gaza ke Indonesia, Begini Respons Kemlu
Viral, Rodrigo Duterte, Mantan Presiden Filipina Ditangkap Dugaan Kasus Kejahatan terhadap Kemanusiaan
Akhirnya, Astronot Suni Williams dan Butch Wilmore Kembali usai Sembilan Bulan di Luar Angkasa, Bagaimana Kabarnya?