Pejabat GP Ansor bangga telah mengendalikan situasi yang pada tahun 2017 mengarah pada pelarangan Hizbut Tahrir, sebuah gerakan global kontroversial yang menyerukan pemulihan Kekhalifahan.
Pemerintah bulan lalu melarang FPI, kelompok main hakim sendiri. FPI juga merupakan penyelenggara utama protes massa pada tahun 2016 yang menyebabkan kekalahan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), seorang Kristen keturunan Tionghoa dalam pemilihan walikota di Jakarta dan dijatuhi hukuman atas tuduhan penistaan agama.
Gugatan Praperadilan Ditolak, Status Tersangka Habib Rizieq Tetap Sah
Larangan itu datang beberapa minggu setelah kembalinya pemimpin FPI Rizieq Shihab dari Arab ke Indonesia. Rizieq Shihab ditangkap karena diduga melanggar aturan social distancing. Pelarangan Hizbut Tahrir dan FPI berdasarkan keputusan presiden, memungkinkan pemerintah untuk melewati prosedur hukum. Namun keputusan ini dianggap sebagai ancaman keamanan yang mendorong kelompok HAM untuk memperingatkan bahwa Indonesia merampas kebebasan berkumpul dan ekspresi.
Wakil Menteri Kehakiman Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan kepada wartawan bahwa FPI di larang karena sekitar 30 anggota kelompok tersebut telah di hukum atas tuduhan terorisme. kelompok tersebut menentang ideologi negara Indonesia, Pancasila, yang menekankan persatuan dan keragaman.
Pelarangan FPI muncul setelah pemilihan Miftachul Akhyar, seorang ulama NU, sebagai ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada November. Ia berpengaruh untuk menggantikan Ma'ruf Amin, wakil presiden Jokowi yang di masa lalu mengambil sikap keras terhadap minoritas dan mendukung posisi Muslim Sunni Ortodoks. Miftachul Akhyar adalah pembimbing spiritual Nahdlatul Ulama.
Selanjutnya beberapa ulama yang mendukung demonstrasi anti-Ahok tersingkir dari kepemimpinan dewan. Mereka di gantikan oleh setidaknya satu pendukung Islam Kemanusiaan, Masdar Masudi. Serta ulama dari Muhammadiyah, gerakan Muslim terbesar kedua di Indonesia, yang dianggap progresif.
Meskipun demikian, beberapa analis menyatakan bahwa dewan yang bertentangan dengan Yaqut, tidak akan mematahkan sikap diskriminatifnya terhadap minoritas.
Alexander R Arifianto, seorang sarjana Indonesia di Sekolah Studi Internasional S. Rajaratnam Singapura mengatakan, “Ketika berbicara tentang minoritas yang terpinggirkan, kita dapat mengharapkan kepemimpinan MUI yang baru untuk mempertahankan posisi konservatif mereka. Ulama termasuk mereka yang ada di MUI cenderung memiliki ortodoksi konservatif dalam interpretasi agama mereka terhadap kelompok-kelompok ini."
Oleh: Dr. James M. Dorsey, jurnalis pemenang penghargaan dan peneliti senior di Sekolah Kajian Internasional S. Rajaratnam Universitas Teknologi Nanyang di Singapura dan Institut Timur Tengah
Versi podcast dari cerita ini tersedia di Soundcloud, Itunes, Spotify, Stitcher, TuneIn, Spreaker, Pocket Casts, Tumblr, Podbean, Audecibel, Patreon, dan Castbox.