Kamus Sejarah Indonesia Harus Direvisi dengan Melibatkan Ormas Pendiri NKRI

photo author
- Kamis, 22 April 2021 | 07:18 WIB
kamus sejarah indonesia
kamus sejarah indonesia


JAKARTA, Klikanggaran--Polemik buku "Kamus Sejarah Indonesia" yang "menghilangkan" tokoh NU KH Hasyim Asyari terus bergulir memancing perdebatan di masyarakat dan rawan dipolitisasi. Oleh karena itu, Wakil Ketua Forum Alumni PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) UI Alfanny menyarankan agar buku tersebut direvisi dengan melibatkan organisasi-organisasi yang sudah lahir sebelum proklamasi kemerdekaan 1945.


Wabup Batanghari, H.Bakhtiar, Mengajak OPD Terkait Penyusunan Sinkronisasi  Perencanaan Pembangunan Desa


"Tim penulis buku Kamus Sejarah Indonesia harus dirombak ulang dan harus melibatkan organisasi yang turut mendirikan NKRI yang masih eksis hingga kini seperti Muhammadiyah, NU, Sarekat Islam, Taman Siswa dan lain-lain", papar Alfanny yang menamatkan pendidikannya di Jurusan Ilmu Sejarah UI.


Menurut Alfanny, tim penulis buku tersebut kurang mempunyai kepekaan terhadap konteks sosial-politik kekinian.


"Tim penulis tersebut seolah-olah menulis buku Kamus Sejarah Indonesia dalam ruang hampa yang steril dari konteks sosial-politik kesejarahan", urai Alfanny.


Alfanny mengharapkan polemik tersebut segera diakhiri karena kontraproduktif dan dapat mengganggu kerja pemerintah yang sedang fokus memulihkan ekonomi akibat pandemi Covid-19.


IPW: Kasus Dugaan Pemerasan yang Dilakukan Penyidik KPK dari Polri Tidak Hanya Memalukan


"Mendikbud Nadiem Makarim dan Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid harus bergerak cepat mengakhiri polemik tersebut dengan meminta maaf dan segera merevisi buku tersebut", tandas Alfanny.


Sementara itu, Humaedi, Koordinator Prodi Pendidikan Sejarah FIS Universitas Negeri Jakarta, mengatakan bahwa buku-buku terbitan kementerian seperti itu, ditulis berbasis kejaran kinerja dan anggaran. Jika anggaran berlaku satu tahun, maka dalam setahun buku itu harus diterbitkan, apapun bentuknya. Membuat kamus tebal dua jilid dengan total  715 halaman (354 dan 361 halaman), tentunya kalau dikerjakan serius dan detail akan memakan waktu lebih lama. Kemungkinan, dalam proses penulisannya, karena ini adalah tim kerja, maka penulisan dipartisi, setiap penulis bertanggungjawab atas tema atau kurun waktu tertentu.


Penulis yang menulis bagian tokoh kolonial, memasukkan Van Mook, kemudian yang menulis bagian masa pergerakan nasional juga menguraikan tokoh DN. Aidit. Sebaliknya yg bagian pergerakan dan kemerdekaan, terlupa memasukkan KH. Hasyim Asy'ari sebagai tokoh penting dalam Sejarah Indonesia. Nama hadratus syeikh, ditemukan saat membahas Nahdlatul Ulama saja.


MFA: Dirinya Tidak Akan Biarkan Pegawainya Menjadi Korban karena Salah Mengambil Kebijakan


Humaedi menegaskan, masalah keterlewatan ini adalah masalah kealpaan saja yang memang sudah sepantasnya dikritik dan direvisi. Penulisnya hampir semua lulusan ilmu sejarah kampus ternama, nara sumbernya juga dari segi keislaman cukup baik.  Jika ini kesengajaan, sangat mustahil rasanya. Mengingat Direktorat Sejarah Kemdikbud juga banyak menerbitkan buku dengan tema sejarah keislaman, seperti: "Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia" (5 jilid), "Islam, Perdagangan dan Pasar Global" serta "Surauku, Santri dan Pesantrenku". Semuanya membincangkan islam, kebudayaan islam di Indonesia dan lembaga pendidikan Islam. Berbeda dengan Kamus Sejarah Indonesia yang tidak dicetak, buku-buku tersebut dicetak semua.


Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tim Berita

Tags

Rekomendasi

Terkini

X