Jakarta, www.klikanggaran.com - (16/09), Pembahasan sektor pendidikan dalam RUU Cipta Kerja oleh Panja DPR RI nampaknya akan berjalan sangat alot dan tarik menarik kepentingan antara Pemerintah dan legislastif. Hal ini terlihat dari ditundanya kembali pembahasan norma-norma terkait sektor pendidikan dalam RUU Cipta Kerja.
Sebelumnya, Rapat Panja yang berlangsung pada Selasa, 15 September tersebut sempat di skor untuk memberikan kesempatan kepada Pemerintah melakukan diskusi dan konsolidasi internal berkenaan dengan materi Pasal 53 UU Sisdiknas dalam RUU Cipta Kerja. Namun pasca skorsing rapat Pemerintah justru menyatakan masih membutuhkan waktu yang lebih luas untuk melakukan diskusi dan pembahasan secara internal terhadap materi yang dimaksud.
Komite III DPD RI mengamini penundaan pembahasan materi pendidikan dalam RUU Cipta Kerja. Penundaan yang dimintakan oleh Pemerintah justru memperjelas bahwa Pemerintah sendiri sesungguhnya tidak siap dengan konsep perubahan norma-norma materi Pendidikan dalam RUU Cipta Kerja. Dari pembahasan dalam rapat Panja sebelumnya, sangat terlihat pemerintah tidak memiliki landasan filosofis yang kuat sebagai dasar argumentasi untuk melakukan perubahan terhadap beberapa ketentuan dalam undang-undang sektor pendidikan. Argumentasi-argumentasi yang disampaikan pemerintah justru mendukung komersialisasi dan liberalisasi pendidikan. Hal yang sangat bertentangan dengan UUD 1945, demikian disampaikan Ketua Komite III, Sylviana Murni dalam keterangan tertulisnya. Oleh karena Komite III DPD RI kembali mendesak di-drop-nya seluruh norma tersebut dari RUU Cipta Kerja.
Senator DKI Jakarta itu kembali menegaskan perihal peran Pemerintah sebagai representasi negara yang punya kewajiban untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui sistem pendidikan nasional. Kewajiban ini akan sukar dipenuhi apabila tidak ada proteksi pada perizinan satuan pendidikan yang mengarah pada komersialisasi dan liberalisasi pendidikan. Tidak cuma itu, pengalihan kewenangan perizinan pendirian satuan pendidikan hanya kepada Pemerintah Pusatmengingkari kemajemukan yang dimiliki oleh Indonesia. Padahal ke 33 provinsi dan 514 kabupaten dan kota itulah yang paling tahu situasi kondisi wilayahnya baik secara geografis maupun sosiologis kultural.
Perubahan beberapa norma undang-undang sektor pendidikan dalam RUU Cipta Kerja, seharusnya mengarah pada perbaikan sistem pendidikan, peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasana pendidikan, perluasan kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh warga negara serta menjawab berbagai persoalan pendidikan yang timbul saat ini dan masa datang. Namun yang terjadi saat ini dengan RUU Cipta Kerja justru sebaliknya. Dari berbagai kegiatan kunjungan kerja yang telah dilakukan Komite III DPD RI, tidak terdapat aspirasi masyarakat dan daerah perihal persoalan perizinan satuan pendidikan. “Ini artinya mekanisme, tata cara dan prosedur perizinan satuan pendidikan yang berlaku saat ini telah berjalan baik. Hal yang sudah baik kenapa musti diubah?” tandas Sylvi.
Masih menurut Sylvi, perubahan norma dalam undang-undang sektor pendidikan dalam RUU Cipta Kerja secara konkrit bisa menjawab persoalan pendidikan ditengah kedarutatan, seperti masa pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini. Aturan perihal ini belum ada dalam UU Sisdiknas. Oleh karena itu Komite III DPD RI sangat berharap, pemerintah mempergunakan semaksinal mungkin jeda rapat panja ini untuk melakukan diskusi dan konsolidasi internal mempersiapkan materi pembahasan sektor pendidikan.