JAKARTA (KLIKANGGARAN)--Coronavirus Disease-19 atau Covid-19 belakangan menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan hidup uma manusia. Virus yang diyakini menyerang langsung pernafasan manusia, ternyata juga mampu menyerang sendi-sendi perekonomian dunia. Perkantoran, pasar, sekolah, dan beberapa pusat keramaian terpaksa tutup sampai yang waktu yang belum ditentukan. Covid-19 suka atau tidak, ternyata telah menimbulkan budaya baru di tengah masyarakat.
Negara-negara Asia Tenggara yang tergabung dama komunitas ASEAN pun juga merasakan dampak dari pandemic covid-19 ini. Atas dasar keinginan berbagi pengalaman dan keresahan, Komisariat PMII Universitas Negeri Jakarta berinisiasi menggelar diskusi daring internasional dengan tema “Asia Tenggara Melawan Pandemi”
Diselenggarakan virtual melalui aplikasi telekonferensi zoom, diskusi dimulai tepat pukul 16:15 WIB. Diskusi tersebut menghadirkan empat pembicara dari negara berbeda, dan seorang moderator. Aida Nailizzulfa, yang juga pengurus Komisariat PMII UNJ bertindak sebagai moderator dan memperkenalkan langsung keempat pembicara.
Adapun keempat pembicara tersebut adalah Chanchem Vichny (Paragon International University, Kamboja), Khairi Fuady (Paramadina University, Indonesia), Lim Seek Tian (University of Malaya, Malaysia), Samantha Loraine (University of Bohol, Filipina).
Tian, mahasiswa University of Malaya, Malaysia, mengatakan bahwa negeri jiran tersebut telah menerapkan Lockdown demi mencegah berkembang nya penularan virus covid-19. Lockdown yang diterapkan oleh pemerintah Malaysia cukup ketat, bahkan melibatkan polisi dan tentara agar warga tidak berpergian dan tetap dirumah.
“Rumah saya terletak di wilayah zona merah. Saya hanya bisa keluar rumah dengan radius jarak 10 km. itu pun jika terdapat keperluan mendesak,” ungkap Tian.
“Semua nya bekerja dari rumah, sebab hampir seluruh perkantoran tutup. Termasuk tukang cukur. Bahkan, masyarakat pernah meminta pemerintah membuka tempat-tempat untuk bercukur, tapi tetap saja tidak di tanggapi,” sambung Tian
Senada dengan itu, disampaikan Samantha dari University of Bohol, Filipina. Samantha menjelaskan lockdown yang dilakukan pemerintahnya karena Filipina merupakan salah satu negara paling rawan penyebaran covid-19. Samantha menyampaikan kabar gembira bahwa meskipun kasus terus bertambah di negerinya, namun angka kesembuhan lebih tinggi daripada kematian.
“Kunci nya adalah ketersediaan alat medis. Di Filipina, warga bersama-sama mengumpulkan alat-alat seperti sarung tangan, APD, dan lain-lain,” ungkap Samantha.
Sedikit berbeda, Kamboja justru menetapkan lockdown secara menyeluruh. Namun pemerintah pusat sudah melakukan kebijakan pencegahan seperti membatasi akses keluar masuk perbatasan, titik-titik keramaian sudah ditutup, dan larangan untuk berkumpul. Pernyataan itu disampaikan oleh Chanchem Vichny (Paragon International University, Kamboja).
“Di sini pemerintah pusat memang belum mengumumkan lockdown secara nasional. Namun, pemerintah sudah menjamin insentif bagi sektor-sektor yang terkena dampak akibat pandemi ini.” ucap Vichny.
Sementara Khairi, mahasiswa Universitas Paramadina, mencoba melihat pandemic ini dari perspektif lain. Menurutnya, Covid-19 secara tidak langsung telah merubah gaya hidup sebagian besar umat manusia menjadi lebih sehat dan higienis.
Selain itu, Khairi juga menyoroti dimana pandemi kali ini bertepatan dengan bulan Ramdhan.
“Kami muslim di Indonesia dan dunia, harus beribadah di rumah. Tarawih di rumah, membaca Qur’an di rumah. Tidak ada lagi perayaan Ramadhan seperti biasa.”