Jakarta, klikanggaran.com- - Pernyataan Presiden Republik Indonesia Jokowi Widodo, terkait penyederhanaan birokrasi memang memiliki dampak positif terhadap pengurangan penggunaan anggaran. Namun, di sisi lain hal itu tidaklah mudah, karena begitu kuatnya gejolak politik yang terjadi di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, dalam Public Discussion yang bertemakan, "Revatilisasi Penyederhanaan Birokrasi pada Kementerian dan Lembaga Pemerintah, di Kampus Universitas Islam As-Syafi'iyah, Sabtu (25-01-2020).
Uchok juga menyinggung bahwa penyederhaan birokrasi ini diduga erat kaitannya dengan pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan agar tak begitu banyak Aparatur Sipil Negara (ASN) yang pindah ke sana. Namun, ketika ibu kota pindah ke Kalimantan, malahan akan menimbulkan banyak masalah dari berbagai aspek. Hal inilah yang akan menimbulkan gejolak politik.
"Birokrasi ini seperti jalur pada sehingga pemerintah seperti sedang melakukan uji coba pada pegawai negara untuk menghapus jabatan struktur pada pemerintah, yang diduga untuk mempermudah pemindahan ibu kotake Kalimantan," papar Uchok.
Di sisi lain, menurut Koordinator ALASKA, Adri Zulpianto, persoalan penyederhanaan birokrasi juga erat kaitannya dengan penyederhanaan regulasi. Di mana, penyederhanan regulasi ini memilik sisi baik dan negatif, tergantung dilihat dari sisi apa. Sisi baiknya adalah ditengah peraturan yang begitu banyak ini yang akan disatupintukan dalam satu peraturan, yaitu melalui Omnibus Law. Tentu hal ini akan mengurangi peraturan yang tumpuh tindih dalam pelayanan publik
Di sisi lain, penyederhaan regulasi juga memiliki maksud untuk mempermudah investasi dari luar negeri ke dalam negeri.
Dosen Fisip Universitas Nasional yang aktif sebagai Pengamat Kebijakan Anggaran Publik, Muhammad Maulana, menjelaskan mengapa perlu penyederhanaan birokrasi? Menurut Maulana, ada beberapa alasan. Pertama, dilihat dari background Presiden Jokowi yang merupakan pengusaha. Sebagai pengusaha, Jokowi menerapakan konsep entreprenuer ke dalam sistem pemerintah.
"Hal ini tentu sah-sah aja," kata Muhammad Maulana.
Yang kedua, menurut Maulana, alasannya adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
"Saya melihat bahwa Pemerintah Indonesia tengah menerapkan orientasi pembangunan ekonomi. Namun hal itulah tidak cukup karena hal tersebut pernah diterapkan oleh negara Amerika Serikat dan gagal. Harusnya kita bisa mengaca pada negara Amerika Serikat tersebut. Amerika Serikat masif dalam meningkatkan pertumbuham ekonomi namun disisi lain gagal memperhatikan pembangunan sosial," terang Maulana.
Dan yang ketiga, menurut Maulana, rezim terlalu fokus pada orientasi pembangunan ekonomi dan mengabaikan pembangunan sosial.
Penulis: Heryanto
Editor: emka