Jakarta, Klikanggaran.com (01-09-2019) - Proses penyaringan kandidat pemimpin KPK saat ini mengindikasikan kuatnya upaya pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebagai satu-satunya lembaga yang dipercaya publik untuk melawan koruptor, memilih calon pemimpin KPK yang berintegritas dan tidak memiliki masalah rekam jejak merupakan hal strategis dan krusial, agar independensi badan anti-rasuah dalam memberantas korupsi tetap terjaga.
Namun, dari 20 nama kandidat yang mengikuti hingga proses uji publik, sebagian di antaranya disinyalir memiliki rekam jejak yang buruk. Masih terdapat kandidat yang diduga bermasalah dan diragukan integritasnya atau enggan melaporkan harta kekayaan, terbukti melanggar etik dan kerap menghambat penuntasan kasus korupsi. Adanya indikasi kuat anggota Panitia Seleksi (Pansel) yang memiliki konflik kepentingan dengan kandidat, juga menciptakan bahaya bagi independensi KPK.
Untuk itu, Transparency International Indonesia (TII) yang merupakan salah satu chapter Transpsarency International, jaringan global NGO anti korupsi, menekankan upaya menggerus kelembagaan KPK dari dalam—yang disebut dengan Cicak vs Buaya 4.0—terlihat sejak proses penunjukan anggota Pansel yang kemudian diikuti dengan proses seleksi, dimana Pansel mengabaikan masukan masyarakat.
"Langkah Pansel yang akan langsung menyerahkan 10 kandidat ke Presiden juga telah menutup kesempatan bagi masyarakat untuk melakukan verifikasi. Padahal UU KPK dan Keppres pembentukan Pansel mensyaratkan Pansel untuk mendengarkan masyarakat. Di sisi lain, laporan pidana terhadap Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Koordinator ICW Adnan Topan Husodo, dan Ketua Umum YLBHI Asfinawati, semakin menguatkan adanya serangan balik dari pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengamankan Pansel dan beberapa kandidat dari kritik masyarakat sipil dan publik," ujar Press rillis TII pada Klikanggaran.com, Minggu (1/9/2019).
Layaknya sebuah tubuh manusia, lanjutnya, TII menuturkan berbagai upaya sistematis ini merupakan ruh jahat yang mampu melemahkan KPK. Oleh karena itu, situasi ini harus ditanggapi serius oleh Presiden sebagai penentu utama arah pemberantasan korupsi di negeri ini.
Berdasarkan pertimbangan ini, TII meminta Presiden RI Joko Widodo untuk mendukung agenda pemberantasan korupsi dan memperkuat independensi KPK dengan memilih 10 kandidat pemimpin yang bersih dan berintegritas. Kandidat-kandidat tersebut akan menentukan sejauh mana komitmen Presiden dalam pemberantasan korupsi.
Dan,mendengarkan masukan publik sebelum menentukan 10 nama kandidat. Presiden perlu menyaring ulang calon pemimpin hasil Pansel dengan mempertimbangkan rekam jejak kandidat, serta mengoreksi hasil kinerja Pansel yang mengabaikan masukan mengenai data rekam jejak kandidat, baik dari masyarakat maupun lembaga negara lain seperti KPK dan PPATK.