Jakarta, Klikanggaran.com - Pertarungan abadi sejak dulu hingga sekarang adalah pertarungan informasi. Dengan informasi, siapapun bisa merangkul kawan sekaligus bisa menjatuhkan lawan. Dalam pertarungan, informasi pun berfungsi sebagai senjata.
Ketika itu orang kafir menistakan Nabi SAW dengan sebutan majnun (gila), tukang sihir, dan berbagai stigma buruk lainnya. Melalui informasi yang negatif, mereka ingin mendeskreditkan Islam. Tak dipungkiri, dengan informasi negara Islam dihancurkan. Sebagai contoh kasus Iraq, Amerika serikat memberi informasi bohong, Iraq memiliki senjata nuklir, padahal tidak. Bahkan “perang informasi” di abad ini bisa menggoyang rezim yang berkuasa.
"Itulah sebabnya, pertarungan yang abadi adalah pertarungan informasi," kata Adhe Satria, Ketua Umum Forjim (Forum Jurnalis Muslim) kepada wartawan di acara diskusi dengan tema “Pengaruh Media Sosial Dalam Dakwah Islam” di Aula Gedung MUI Pusat Lantai 4, Jl. Proklamasi No. 51, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, (25/11/2016).
Lebih lanjut Ade memaparkan, di era informasi seperti sekarang ini peran jurnalis muslim diharapkan dapat meluruskan yang salah dan mengokohkan yang benar. Ketika menyampaikan berita, jurnalis muslim sejatinya menyampaikann berita, jurnalis muslim sejatinya melakukan cek and ricek alias tabayun. Jika tidak, akan terjadi musibah yang besar. Di era sekarang ini, menelan informasi tanpa diteliti terlebih dahulu akan berdampak besar dan menimbulkan petaka serta bencana.
Tentu, aspek terpenting yang harus dimiliki jurnalis muslim adalah kejujuran. Dalam artian, jujur dalam menyampaikan kabar atau berita. Selain itu, berita yang disampaikan tidak bersifat ghibah, mamimah, yang ujungnya bisa menyebabkan porak poranda.
“Jurnalis muslim harus memberikan informasi yang membuat ummat jauh dari kemaksiatan, dan mengajak orang lain untuk melakukan kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah. Jurnalis muslim yang memberikan pengaruh positif untuk masyarakat, mendapatkan pahala yang berlipat ganda,” tutup Ketua Forjim.