Jakarta, Klikanggaran.com - Sidang gugatan keterbukaan informasi publik dengan pemohon Leonard Eko Wahyu kepada termohon Komisi Pemilihan Umum Provinsi DKI Jakarta kembali berlangsung di ruang sidang Komisi Informasi Publik, Jakarta.
Materi gugatan yang diajukan Leonard Eko Wahyu adalah meminta keterbukaan informasi terkait jumlah DPT (Daftar Pemilih Tetap) Jakarta Utara per kecamatan.
"Saya melihat adanya kejanggalan dalam data form A-KWK yang beredar dan saat ini sedang proses coklit (pencocokan dan penelitian). Yaitu adanya 42 orang warga di wilayah tergusur Kalijodo yang dinyatakan meninggal, namun faktanya warga-warga tersebut masih hidup dan data yang ketahuan ini baru ada di RT 01/RW 05 Kelurahan Pejagalan. Kemungkinan ada juga di RT lainnya," kata Leo saat ditemui di Gedung KIP Jakarta, Tanah Abang Jakarta Pusat, Kamis (13/10/16).
Leo juga menambahkan, bahwa dengan beredarnya form acuan penyusunan DPS (Daftar Pemilih Sementara) dan DPT (daftar pemilih tetap) yang salah tersebut, ini berdampak buruk bagi berjalannya demokrasi di Indonesia.
"Beredarnya data palsu tersebut menguatkan dugaan saya terhadap KPU yang beritikad jahat, yakni menghilangkan hak suara masyarakat dalam Pilkada nanti. Hanya saja kepentingannya untuk siapa, inilah yang harus diperjelas. Agar masyarakat paham bahwa KPU tidak lagi menjunjung independensinya dalam penyelenggaraan Pilkada DKI Jakarta nanti," tegas Leo.
Sidang gugatan kali ini dihadiri juga oleh Bahaudin Chozini selaku kuasa/mewakili Ketua KPU Provinsi DKI Jakarta sebagai pihak termohon. Dalam keterangannya di persidangan, pihak termohon menyampaikan bahwa proses coklit sudah selesai.
"Coklit sudah selesai, DPS itu didapatkan dari data Pemilu terakhir, dalam hal ini Pemilu 2014," ujar Bahaudin dalam pernyataannya di depan majelis sidang.
Bahaudin juga menyatakan bahwa memang benar KPU DKI memiliki hubungan dengan Basuki Tjahaja Purnama, termasuk dalam komunikasi terkait penyelenggaraan Pilkada.
"Benar, KPU DKI Jakarta memiliki hubungan dengan Gubernur DKI Jakarta, salah satunya dalam hal penyelenggaraan Pilkada DKI Jakarta, karena pendanaan Pilkada DKI Jakarta, KPU DKI Jakarta menggunakan dana APBD," terang Bahaudin dalam persidangan.
Selain itu, Bahaudin menjamin bahwa jika ada kesalahan pendataan di form A-KWK maka pertanggungjawaban ada di tingkat KPU Kabupaten/Kota.
"Yang melakukan koreksi termasuk penambahan dan pengurangan data form A-KWK adalah di tingkat KPU Kabupaten/Kota, sehingga jika ada kesalahan maka yang bertanggungjawab adalah KPU Kabupaten/Kota. Jika kesalahannya di DPT, maka yang bertanggungjawab adalah Ketua KPU Provinsi," papar Bahaudin.
Majelis Hakim persidangan Komisi Informasi Publik memberikan kesimpulan berdasarkan pembacaan materi gugatan dan penjabaran keterangan dari masing-masing pihak, bahwa KPU sebagai lembaga publik wajib memberikan informasi yang diminta masyarakat maksimal dua hari setelah surat permintaan informasi disampaikan oleh masyarakat.