Metamorfosis Partai Wong Cilik Jadi Partai Wong Sugih

photo author
- Rabu, 21 September 2016 | 04:42 WIB
images_berita_Sep16_1-TIM-PDIP
images_berita_Sep16_1-TIM-PDIP

Jakarta, Klikanggaran.com - Bagai burung terbang dengan sayap patah, sebagian rakyat Indonesia sedang berlinang air mata. Terseok berjalan menatap tak percaya, harapan kini tinggal harapan. Rakyat harus dihadapkan pada kenyataan pahit, Ibu Ratu yang diharapkan dapat mengobati sakit pada luka-luka yang beruntun telah ditoreh, harus menuai luka baru.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang merupakan partai besar dan telah memangku rakyat dengan ikrar sebagai “partainya wong cilik”, telah mematahkan sayap-sayap kecil yang menatapnya sekian lama penuh harap. Bara api perjuangan bung Karno yang detik lalu masih berkobar, entah esok akan menjadi bagaimana.

 

Selasa malam, 20 September 2016 sepertinya akan menjadi hari bersejarah kesekian bagi rakyat Indonesia. PDIP secara resmi telah mengibarkan bendera kekuatannya dengan deklarasi dukungan kepada pasangan Ahok-Djarot, untuk kembali memimpin Kota Jakarta.

Tentu saja pengumuman yang telah ditunggu-tunggu berjuta umat bernama “wong cilik” ini menuai banyak reaksi. Salah satunya dari seorang netizen bernama Kholid, yang menulis sebuah posting, "orang waras tidak akan pilih Ahok".

Sayangnya, tulis Kholid, "insanity" menjadi tren of the day. Buktinya, partai sekaliber PDI-P resmi mengusung Ahok-Djarot sebagai paslon. Dengan ini, PDI-P resmi menanggalkan predikat "partai ideologis" atau "partainya wong cilik".

Ahok mudah dikalahkan, tulis Kholid. Dia bukan politisi yang baik. Prestasinya cuma di sosmed. Bahkan, kader PDI-P, Arteria Dahlan bilang, Ahok ngebacot terus. Rival hanya perlu memblejeti soal kebohongan seputar "relokasi", rusun, sesumbar Jakarta bebas banjir, skandal korupsi, inkonsistensi omongan, dan sikap Ahok. Ahok punya segudang handicap yang bisa dikapitalisasi menjadi amunisi.

Dalam postingannya Kholid juga mencatat sejumlah nama kader PDI-P yang telah memposisikan diri kontra Ahok, sebut saja Masington, Adian Napitupulu, Andreas, BHD, dan sebagainya. Mereka sudah tidak bisa menjadi jurkam Paslon Ahok-Djarot. Bila dipaksakan, kredibilitas mereka akan jatuh. Ini menandakan bahwa mesin partai tidak akan bekerja maximal.

Pawai deklarasi relawan Ahok hanya dihadiri 25 orang. Itu pun ada WN Amerika. Sedangkan musyawarah akbar di Masjid Istiqlal dihadiri minimal 10-an ribu umat. Ini realitas politik. Bila hitungan jumlah kursi empat partai mengusung menjadi basis kalkulasi PDI-P maka itu semakin membuat partai ini tidak rasional. Baik Golkar dan Hanura sudah diketahui tidak solid pro Ahok.

Kholid juga menuliskan, PDI-P seakan lupa, ini pemilu local, bukan Pilpres atau Pileg. Faktor ideologis tidak terlalu signifikan dalam Pilgub kota seperti Jakarta. Sumber suara Ahok adalah komunitas "cina rasis", Kristen fundamentalis, dan pemilih pemula. Kunci perilaku voter ketiga golongan ini berdasarkan dis-informasi media. Begitu rival Ahok benar-benar mengucurkan budget dan fokus di arena ini, maka sumber suara ini akan meninggalkan Ahok.

Dengan demikian, tulis Kholid, gambling politik PDI-P atas Ahok benar-benar harus dibayar mahal. Megawati rupanya tidak menguasai hukum tiga siklus dinasti: lahir-jaya-hancur. Periode tiga siklus ini pasti terjadi. Ini hukum alam yang diamati Confucius. Persoalannya adalah, periode span waktu siklus ini bisa panjang atau pendek. Tergantung para pemangku kebijakan. Tampaknya PDI-P sedang menuju siklus akhir setelah mengalami masa kejayaan sebagai partai pejuang melawan tirani rezim Orde Baru.

Di fase ini, PDI-P bermetamorfosis dari “partainya wong cilik” menjadi "partainya wong tajir". Dia telah menjadi partai penguasa yang tidak lagi pro rakyat kecil. Marwahnya telah berubah. Confucius bilang penguasa akan kehilangan "mandat langit" saat ia tidak lagi mendengarkan suara rakyat.

(kr)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Kit Rose

Tags

Rekomendasi

Terkini

X