Jakarta, Klikanggaran.com - Menyambung tentang Reklamasi Teluk Jakarta, Dr. Tjoek Azis Soeprapto, Dosen Geologi Kelautan Universitas Diponogoro mengungkapkan hasil penelitian Puslitbang Geologi Kelautan, Pusat Survey Lingkungan Geologi dan Pusat Survey Geologi yang memperlihatkan bahwa tidak semua daerah reklamasi dapat/cocok untuk rencana peruntukan.
Hal tersebut menurut hasil penelitian disebabkan karena, pertama, pada beberapa tempat terdapat kandungan biogas dangkal pada endapan sedimen dasar laut Teluk Jakarta. Kandungan biogas dangkal tersebut diduga berasal dari pembusukan material organik (sampah) yang terendapkan bersama dengan endapan lumpur sejak ribuan tahun yang lalu. Kandungan biogas yang terjebak di dalam sedimen halus tersebut menyebabkan kekuatan daya dukungnya berkurang dan sangat berbahaya bagi konstruksi bangunan berat.
Kedua, di darat terdapat indikasi “subsidence” atau penurunan muka tanah yang disebabkan/diduga oleh pengambilan air tanah secara berlebihan di luar batas, pemampatan sedimen yang belum terkonsolidasi dengan baik akibat beban, dan intrusi air laut, terutama di sekitar pantai.
Kemudian Dr. Tjoek Azis Soeprapto menjelaskan sebuah fakta adanya gejala naiknya muka air laut rata-rata (SLR/Sea Level Rise) akibat pemanasan global yang besarnya sekitar 50 mm/tahun, ini menyebabkan seluruh pantai Teluk Jakarta sangat rentan terhadap SLR (penelitian penulis bersama Prof. DR. Wahyu Hantoro, LIPI).
“Masih banyak lagi yang harus dibenahi, termasuk sulitnya air permukaan di Jakarta masuk ke laut dan sebagainya,” katanya dalam pesan tertulis, Kamis (15/9/2016).
Di samping itu, hukum laut Internasional (UNCLOS) yang telah diratifikasi Indonesia, mengatakan bahwa, “Laut” adalah warisan dunia yang tidak boleh dimiliki oleh seorang pun, tetapi boleh dimanfaatkan oleh siapa pun juga dan negara boleh mengatur pengelolaannya di dalam wilayah teritorialnya.
“Oleh karena itu, setiap individu berhak untuk dapat memanfaatkan laut,” tambahnya.
Azis juga mengingatkan, pemakaian wilayah laut oleh individu/korporasi harus seijin negara, dan masyarakat pengguna lain harus mendapat kompensasinya, yang diatur oleh negara dalam bentuk undang-undang/peraturan. Di beberapa negara telah diberlakukan “Marine Cadastral” yang meregister pemakaian ruang laut dan dikenakan pajak.
Menurut Azis hasil kajian shallow seismic Teluk Jakarta oleh P3GL bekerjasama dengan British Geologycal Survey (BGS) dan LIPI memperlihatkan bahwa terdapat biogas pada sedimen lempung yang tidak stabil kalau ada beban/struktur bangunan di atasnya. Hasil tersebut sudah dipresentasikan di depan Gubernur Sutiyoso dan sidang IOC di Hangzhou, China.
“Adakah dilakukan studi AMDAL yang mengeliminir potensi dampak ini? Saya kira tidak cukup waktu untuk menjelaskan semua di sini. Paper yang saya presentasikan di Intergovermental Oceanographic Commision (IOC) akan saya kirim via email (menyusul),” pungkas Azis.
Catatan dari Dr. Tjoek Azis Soeprapto:
"Kita bersama UGM sedang merancang “Marine Cadastral” tersebut untuk menyelesaikan MASALAH PENGGUNAAN RUANG LAUT."
(kr)