Jakarta, Klikanggaran.com (11/2/2017) – Terkait penemuan KTP palsu yang dikirim menggunakan jasa pengiriman FedEx di Bandara Soekarno-Hatta pada hari Jumat (3/2/2017) lalu, Dirjen Bea dan Cukai, Heru Pambudi, telah melaporkan hal tersebut kepada Komisi II DPR RI, untuk mengonfirmasi perihal beredarnya KTP Palsu dalam rangka Pilkada.
Saat dikonfirmasi, Arteria Dahlan, Komisi II DPR RI, membenarkan hal tersebut. Arteria mengatakan bahwa Komisi II sudah mendengar, bahkan melakukan pengawasan langsung di lapangan. Setelah diterima oleh Staf Bea Cukai di Bandara Soeta, karena tidak diperoleh informasi yang jelas dengan alasan kewenangan teknis yang sudah diambil alih oleh Dirjen, maka Komisi II segera meluncur ke Kantor Pusat Direktorat Bea Cukai Rawamangun.
Dalam pertemuan dengan Dirjen diperoleh keterangan bahwa benar telah dilakukan pemeriksaan terhadap paket yang berisi 38 buah KTP, 32 NPWP, 1 buah tabungan BCA berisi uang 500 ribu, dan 1 buah ATM. Berdasarkan catatan dokumen yang menyertai barang-barang tersebut, memang benar berasal dari Kamboja, alamat Leo Jakarta.
Tim Komisi II meminta ditunjukkan bukti fisik barang tersebut, dengan alasan pemeriksaan teknis semula belum bisa diberikan. Setelah didesak, Dirjen siap untuk membawa bukti foto dari 38 buah KTP.
Disinggung soal informasi dan dugaan yang berkembang di luar, bahwa jumlahnya sampai ratusan ribu, bahkan sampai 3 kontainer, Arteria menyatakan bahwa informasi tersebut tidak benar, dan sudah dibantah oleh Dirjen. Berikut himbauan Arteria Dahlan terkait hal-hal tersebut di atas, yang disampaikan secara tertulis pada Klikanggaran.com pada hari ini, Sabtu (11/2/2017).
Ya, kita coba obyektif, kita jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan, sementara kita minta Dirjen Bea Cukai dan instansi terkait untuk investigasi lebih lanjut. Terlalu dini pula kalau kita simpulkan ada atau tidaknya kaitan dengan Pilkada, atau mungkin kejahatan korporasi dan atau perbankan, atau tindak pidana ekonomi lainnya.
Saya menghimbau masyarakat untuk tetap tenang, jangan terpengaruh isu-isu yang belum tentu kebenarannya. Seandainya pun ada KTP "aspal", tidak serta merta pemegang KTP aspal itu dapat memilih, karena dasar untuk terbitnya hak seseorang memilih itu acuannya adalah DPT.
Jadi, saya tegaskan pertama, tidak benar ada fabrikasi KPT ilegal secara masif yang datang ke Indonesia untuk kepentingan kampanye.
Kedua, sekalipun ada, tidak serta merta mengganggu pelaksanaan penyelenggaraan Pilkada, apalagi untuk disalahgunakan oleh pihak yang tidak berhak untuk mencoblos di TPS. Selain acuannya DPT, pada prakteknya di TPS, kita kan punya penyelenggara Pemilu. Ada KPPS maupun Pengawas TPS, dan pastinya ada saksi pasangan calon yang memang khusus ditugaskan untuk mengawasi penyelenggaraan Pilkada. Sehingga, tidak mudah untuk melakukan kecurangan dan atau penyimpangan pada hari H pemungutan.
Saya mohon semua pihak untuk lebih berhati-hati di dalam mencermati berbagai isu yang berkembang, jangan terlalu reaksioner. Percayalah, pemerintah serius untuk memastikan demokrasi sehat dan tertib azas. Mohon semua pihak untuk menjaga kondusifitas serta aktifkan kepedulian sosial termasuk juga untuk hadir ke TPS dan memilih.
Karena dengan memilih, di samping turut menentukam nasib bangsa 5 tahun ke depan, juga meminimalisir terpakainya sisa surat suara. Bahkan tidak hanya hadir, kalau perlu kumpul di TPS untuk mengawasi proses pemungutan dan penghitungan suara sampai dengan selesai.