LIRA Kritik Pedas atas Hasil MCP KPK ke Pemkot Tebing Tinggi

photo author
- Kamis, 3 September 2020 | 23:50 WIB
Ratama
Ratama


Tebing Tinggi,Klikanggaran.com - Ratama Saragih selaku Walikota DPD LSM Lira Kota Tebung Tinggi, mengkritik keras hasil Capaian Centre for Preventation (MCP) 16 Pemerintah Daerah (Pemda) di Provinsi Sumatera Utara per 30 Juni 2020 (tidak dijelaskan periode waktu penilaian capaian) yang di umumkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI dengan ganjaran score tertinggi kepada Pemerintah Kota Tebing Tinggi, yakni dengan angka  61%.


Menurutnya, capaian 61% MCP KPK RI yang diberikan kepada Pemkot Tebing Tinggi tidak ditemukan adanya hubungan sebab akibat (kausalitas) terhadap fakta terkini dilapangan.


"MCP KPK RI diluncurkan sesungguhnya hanyalah sebatas Self Assesment, menginput and entry laporan aksi koordinasi dan supervisi pemberantasan korupsi terintegrasi Pemkot Tebing Tinggi ke KPK RI melalui aplikasi MCP tanpa menunggu team monitoring KPK turun langsung, ini biasa juga di sebut laporan asal bapak senang," ujar Ratama pada Klikanggaran.com, Kamis (3-9).


Responder BPK ini menjelaskan, bahwa dalam progres area intervensi MCP KPK ada menggunakan progres area intervensi, yakni perencanaan dan penganggaran APBD dengan standart penilaian maksimal 63% tertinggi dari tujuh intrumen progres area intervensi, dimana Pemkot Tebing Tinggi masih meninggalkan sederetan panjang perencanaan APBD yang tidak tepat sasaran.


"Bahkan realisasinya mencapai total lost, seperti pembangunan pasar induk di Jalan AMD, Kecamatan Bajenis, yang menelan uang negara sia-sia dengan total lebih kurang Rp20 miliar yang dibangun sejak tahun 2017 sampai tahun 2020, hingga berbuntut progres penyelidikan di Kajaksaan Tinggi Sumatera Utara hingga menguap entah kemana. Selain itu, ada juga pasar tradisional di Kelurahan Mekar Sentosa yang nyaris total lost dan tidak maksimal digunakan oleh para pedagang, belum lagu dengan pasar tradisional Sei Sigiling, Kecamatan Padang Hilir, juga Total lost, dan pasar Pattimura yang sejak pembangunan revitalisasi tahun 2020 sarat dugaan KKN, hingga kini tidak ada aktivitas pasar yang lazim serta adanya indikasi monopoli oleh segelintir pihak," tuturnya.


Selain itu, kata Ratama, belum lagi pembangunan kolam renang yang dianggarkan di APBD selama lima tahun berturut-turut sejak tahun 2016 menghabiskan uang negara dengan percuma yang ditaksir sekitar Rp25 miliar.


Lanjut kata Jejaring Ombudsman Sumatera Utara ini, Progres area intervensi manajemen aset daerah dengan standart penilaian maksimal 60%, dimana Pemkot Tebing Tinggi pada tahun 2019 memperoleh nilai raport merah dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumatera Utara sebagaimana dalam LHP BPK No.43.B/LHP/XVIII.MDN/04/2020 tanggal 23 April 2020 yang menyatakan bahwa penata-usahaan aset tetap kurang tertib, baik aset tetap tanah, aset peralatan dan mesin, aset tetap gedung dan bangunan serta aset tetap bergerak.


"Dimana hasil pemeriksaan BPK Sumut menyatakan Pemkot Tebing Tinggi kehilangan hak kepemilikan atas 189 bidang tanah yang belum bersertifikat dengan nilai sebesar Rp16.028.826.724,00, resiko kehilangan atas 76 unit aset peralatan mesin yang tidak diketahui keberadaannya dengan nilai sebesar Rp572.937.645,00," jelas Ratama.


Dijelaskan Ratama, progres area intervensi pelayanan terpadu satu pintu Pemkot Tebing Tinggi, juga kehilangan PAD dari akibat perbuatan melawan hukum atau maladministrasi dengan menerbitkan IMB yang tidak sesuai dengan peruntukan semula, yakni pembangunan Grand Mansion hotel berbintang 4 yang disulap menjadi pembangunan Ruko 50 unit yang terjadi pada tahun 2020.


"Bisa ditaksir kontribusi dari retribusi pembangunan hotel bintang 4 tersebut sampai miliaran rupiah, dibanding retribusi ruko sebagaimana dijelaskan dalam paragraf 3 pasal 89 Perda Tebing Tinggi Nomor 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah, dimana rumusannya adalah RIMB = NHB x 0,5 % yakni RIMB adalah Retribusi Izin Mendirikan Bangunan sama dengan nilai harga bangunan dikali 0,5%, bukan itu saja, potensi  dugaan unsur gratifikasi dan suap bisa saja terjadi, sebab mengubah izin awal yang tidak sesuai peruntukan semula itu hanya bisa dilakukan oleh pejabat yang punya wewenang dan otoritas," ungkapnya.


Pengamat kebijakan publik dan anggaran ini juga mengkritik pedas terhadap progres perencanaan APBD, dimana tingkat kepatuhan pelaporan penyesuaian APBD tahun 2020 dalam penanganan percepatan Covid-19, ini terbukti dari Lampiran Surat Keputusan Menteri Keuangan No.10/KM.7/2020, tanggal 29 April 2020, yang merupakan ganjaran pedas dari Kementerian Keuangan RI kepada Pemerintah Kota (Pemko) Tebingtinggi. Selain itu, pihak Kejaksaan Negeri Tebing Tinggi saat ini masih giat melakukan penyidikan kasus-kasus korupsi yang belum tuntas.


"Kondisi tersebut sesungguhnya menggambarkan ketidak beresan atas tiga Progres Area Intrvensi yang digunakan KPK RI sebagai dasar penskoran capaian Monitoring Centre For Preventation (MCP) KPK RI, jika seperti itu faktanya, apakah KPK wajar mengganjar pemkot Tebing Tinggi diurutan pertama? Jawaban-nya ada pada publik yang menilai sendiri, karena publik dan masyarakat Tebing Tinggi pastilah mengerti dan mengetahui kondisi ril, apalagi DPD LSM Lira Tebing Tinggi gencar memberitakan ke media online dan cetak dugaan indikasi perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan wewenang alias Korupsi," pungkasnya.


 


 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: M.J. Putra

Tags

Rekomendasi

Terkini

X