Kasus Korupsi Kondensat TPPI Rp 37 Triliun Mangkrak di Bareskrim, Mengapa?

photo author
- Kamis, 3 Januari 2019 | 20:00 WIB
Kasus Korupsi Kondensat
Kasus Korupsi Kondensat

Jakarta, Klikanggaran.com (03-01-2019) - Hari ini, 3 Januari 2018, tepat satu tahun Kejaksaan Agung RI menyatakan P21 atas kasus korupsi kondensat TPPI, dengan kerugian negara sebesar Rp 37 triliun. Jauh sebelumnya, Mei 2015, Kabareskrim (saat itu dipimpin oleh Komjen Budi Wiseso), oleh Dirtipikor Ekonomi Brigjen Vicktor E Simanjuntak, telah menetapkan tiga tersangka korupsi Kondensat TPPI. Yaitu Honggo Wedratmo pemilk PT TPPI (Trans Pasific Petrochemical Indotama), Raden Priyono (mantan Kepala BPMigas, dan Djoko Harsono (mantan Deputi Keuangan BP Migas ).

Sikap serius Mabes Polri menangani kasus TPPI, mendapat acungan jempol publik. Citra Polri melejit naik di atas citra KPK. Bahkan, Komjen Pol H. Arie Dono Sukmanto SH sebagai Kabareskim, membuat meme resmi “Polri ungkap kasus korupsi terbesar sepanjang sejarah. Meme dengan foto Arie Dono ini sempat menarik perhatian publik. Bukan sekadar meme, sikap tegas pun dilakukan. Pada Febuari 2016 Raden Priyono dan Djoko Harsono ditahan di rutan Mabes Polri. Namun, seiring kepergian Budi Waseso menempati jabatan baru sebagai Badan Narkotika Nasional (BNN), perjalanan penanganan kasus TPPI semakin melambat, bahkan mangkrak sampai sekarang.

Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, memberikan tanggapannya atas kasus ini. Sangat ironis menurutnya, kasus yang merugikan negara 37 trilyun pun dapat terhenti. Honggo yang diberikan izin berobat ke Singapore, saat ini dinyatakan buron. Demikian juga Raden Priyono dan Djoko Harsono pun mendapat penangguhan tahanan sampai sekarang. Kepergian Budi Waseso dari Kabareskim seolah menjadi “pintu penutup” kasus TPPI, yang semestinya justru dipercepat paska P21.

“Semestinya, dengan P21 justru kasus korupsi kondensat dapat dipercepat ke proses penuntutan pengadilan oleh Jaksa Penuntut. Agar terbuka adanya pihak lain yang terlibat,” kata Yusri pada Klikanggaran.com, Kamis (03/01/2019).

Kasus Korupsi Kondensat Mangkrak


“Lazimnya pihak penyidik Bareskrim Mabes Polri segera melimpahkan berkas berikut seluruh tersangka. Bukan kerena alasan berkas terpisah dan Honggo masih dinyatakan buron, lantas dijadikan sebagai alasan penundaan. Sebaliknya dalam hukum acara di Indonesia, Honggo pun dapat disidangkan secara in absentia," lanjutnya.

Tapi, realitas hukum menjadi berbeda. Yusri pun sependapat jika ada yang mengatakan, hukum hanya tajam ke bawah. Mengingat kasus TPPI melibatkan banyak pejabat di masa lalu, dan sebagian masih menduduki jabatan penting saat ini. Maka pengaruh dan akses politik mereka ke penguasa terus dimainkan.

Publik pun sudah menduga sejak awal kasus ini bergulir. Menjadi sangat jelas ujungnya. Sejak ditetapkan TPPI sebagai status korupsi, mulai dari tahap penyelidikan sampai ke tahap penyidikan (3,5 tahun). Menurut Yusri wajar kasus TPPI justru mangkrak di Bareskrim.

“Kasus TPPI harus dipahami secara urut, agar tidak menimbulkan tafsir hukum yang berbeda. Kasus ini dimulai ketika PT TPPI saat itu mengoperasikan kilang di Tuban mengalami kesulitan keuangan. Pemerintah bernisiatif mencari solusi lewat pertemuan (Mei 2008). Dihadiri oleh Wapres JK, Menko Perekonomian Budiono, Menkeu Sri Mulyani, Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, Dirut Pertamina Arie Soemarno, dan Direktur Utama TPPI Amir Sambodo,” papar Yusri.

Tindakan Pemerintah


“Kesimpulan rapat tersebut, dari risalah yang disampaikan oleh Anggito Abimayu selaku Kapala Kebijakan Fiskal. Bahwa pemerintah bersikap menyelamatkan TPPI dengan cara memberikan syarat lunak untuk mendapatkan kondesat bagian negara dan Pertamina untuk diolah di kilang TPPI. Produknya dapat diambil Pertamina sesuai harga yang wajar sesuai "landed price" di Surabaya. Dengan formula MOPS plus 1,5% sampai 2% dan tidak boleh lebih mahal dari harga impor. Sekaligus hasil keuntungan TPPI diwajibkan untuk mencicil hutang ke Pertamina. Jika ditemukan ketidakcocokan harga dan Pertamina tidak membutuhkan, maka produk kilang TPPI baru boleh dijual ke pihak lainnya atau diekspor. Namun, semuanya harus dilindungi oleh jaminan pembayaran,” lanjutnya.

Yusri menyayangkan, bahwa dalam pelaksanaannya, terjadi penyimpangan hasil penjualan kondensat bagian negara oleh TPPI. Diduga kasus ini merugikan negara. Jelas dalam proses ini, BPMigaslah yang menurut Yusri paling harus bertanggung jawab atas setiap tindakan penyimpangan yang dilakukan TPPI.

Yusri pun berpesan. Memasuki tahun politik Pileg dan Pilpres, semestinya kasus TPPI ini harus segera diangkat. Bukan saja besarnya kerugian negara yang mencapai Rp 37 trilyun. Tapi, sisi hukum agar dinilai adil bagi semua pihak.

“Dengan membiarkan kasus korupsi kondensat ini terus mangkrak, bisa jadi membuat citra negatif capres Jokowi. Jokowi dapat dinilai lemah terhadap pemberantasan korupsi. Apalagi Polri dan Kejagung secara struktural berada di bawah kendali Presiden. Beda dengan KPK yang independen,” tutup Yusri.

Baca juga : Mengapa Berkas Korupsi Kondensat 35 T Belum Dilimpahkan oleh Mabes Polri ke Kejaksaan Agung?

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X