Jakarta, Klikanggaran.com - Tahun 2015 Kementerian Pariwisata mengerjakan 3 proyek senilai Rp. 2.901.069.980 dan dalam pelaksanaannya CBA (Center for Budget Analysis) menemukan potensi kerugian negara sebesar Rp. 1.373.628.896.
Jajang Nurjaman, Koordinator Investigasi CBA, menemukan banyak modus dalam proyek tersebut, di antaranya tidak adanya bukti data akuntabel, sehingga menurutnya, negara berpotensi mengalami kerugian sebesar Rp. 1.087.107.424. Di samping itu, hasil pengamatan Jajang ditemukan adanya kelebihan pembayaran (dugaan murk up) sebesar Rp. 286.521.272 dengan rincian sebagai berikut:
Pertama, proyek “Kegiatan Dukungan Perjalanan Intensif Korporasi Multinasional 13 Provinsi pada Deputi Bidang Pemasaran Nusantara dengan nilai kontrak sebesar Rp. 1.800.755.770 yang menurut Jajang tidak disertai dengan data yang akuntabel. Dalam prakteknya pun ada kelebihan pembayaran (dugaan murk up) sebesar 48.450.000.
Kedua, pada Deputi Pemasaran Mancanegara dengan nilai kontrak sebesar Rp. 198.500.000 untuk proyek “Kegiatan Peliputan destinasi Wisata Bali Paket 1”. Hasil pengamatan CBA dalam proyek ini banyak ditemukan kejanggalan yaitu, data yang juga tidak akuntabel. Di sini negara berpotensi mengalami kerugian sebesar Rp. 169.053.712.
Kemudian yang ketiga pada Deputi Bidang PDIP (Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata) ada proyek dengan kucuran anggaran sebesar Rp. 901.814.210 untuk “Kegiatan Forum Koordinator Kantor Staf Kepresidenan. Lagi-lagi CBA menemukan dugaan murk up sebesar Rp. 238. 071.272.
Permasalahan yang menjadi konsentrasi CBA selain kerugian negara, dari data-data di atas menunjukan masih kurang seriusnya Kementerian Pariwisata dalam mengelola anggaran, yang tentu saja berakibat pada kerugian negara.
Untuk itu CBA meminta kepada aparat hukum agar melakukan penyelidikan terhadap 3 kasus proyek tersebut. Walaupun dalam hal ini Kemenpar menurut Jajang berdalih sudah mengembalikan kelebihan pembayaran ke kas negara, misalnya saja sudah mengembalikan uang sebesar Rp 238 juta ke kas negara.
“Pihak aparat hukum harus tetap memanggil Kemenpar untuk diperiksa. Karena ada ketidakhadiran peserta rapat, tapi tetap dimasukkan ke dalam tagihan bahwa mereka ikut rapat,” komentar Jajang menanggapi kasus tersebut, Rabu (26/10/2016).
Demi keterbukaan penggunaan anggaran negara, CBA berpendapat bahwa aparat hukum harus segera melakukan penyelidikan dengan langkah melakukan pemanggilan terhadap Menteri Pariwisata dan para deputi yang bertanggungjawab atas 3 proyek tersebut, agar 3 kasus ini lebih jelas, terbuka, dan detail.