Indramayu Ikut Jawa Atau Sunda?

photo author
- Senin, 30 Agustus 2021 | 11:17 WIB
Ilustrasi: Perpustakaan (Pixabay/StockSnap)
Ilustrasi: Perpustakaan (Pixabay/StockSnap)

Jakarta, Klikanggaran—Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) mengadakan Diskusi Sejarah Historia dengan topik “Indramayu: Ikut Jawa atau Sunda?” yang diselenggarakan pada Minggu,, 29 Agustus 2021. Diskusi sejarah Historia tersebut merupakan seri ke-4 yang diselenggarakan oleh AGSI.

Dalam diskusi tersebut, narasumber yang dihadirkan adalah Dr. Rasto, M.Pd, seorang warga Indramayu.

Kajian Indramayu yang menggunakan ilmu-ilmu sosial dan ilmu antropologi yang dilakukan Dr. Rasto ini sangat bagus karena dalam pembahasaannya tidak melulu menggunakan ilmu sejarah tetapi meminjam ilmu lain yakni ilmu sosial dan ilmu antropologi, demikian disampaikan Lilik Suharmaji yang menjadi moderator dalam diskusi tersebut.

Baca Juga: MAKI Meminta, Wakil Ketua KPK Dipecat Jika Terbukti Melanggar Kode Etik Berat

Lilik juga mengatakan bahwa pengkajian sejarah yang menggunakan ilmu bantu disiplin ilmu lain sangat penting agar pembahasan sejarah tetap “basah” tidak kering.

Pemikirian dari Rasto ini sejalan dengan idialisme Prof. Sartono Kartodirdjo seorang guru besar ilmu sejarah Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang mengatakan bahwa sebaiknya dalam mengakaji sejarah tidak melulu menggunakan ilmu sejarah tetapi menggunakan ilmu bantu lain misalnya ilmu sosiologi, antropologi, ekonomi dan sebagainya agar kajian itu lebih komprehensif.

Selain itu, Prof. Sartono juga memberikan pesan agar dalam mengkaji sejarah tidak melulu membahas raja-raja dan tokoh-tokoh besar tetapi juga mengkaji orang-orang kecil seperti petani dan lain sebagainya karena mereka juga ikut berperan dalam pembentukan sejarah, tandas Lilik.

Lilik Suharmaji juga memaparkan bagaimana idealisme Prof. Sartono ini diteladani dari hasil studinya ketika menyiapkan disertasi program doktoralnya di Universitas Amsterdam dan sekarang sudah dipublish dalam sebuah buku yang berjudul Pemberontakan Petani Banten 1888.

Dalam kajian disertasi itu Prof. Sartono menggunakan multidisiplin ilmu lain misalnya antropologi, sosiologi dan sebagainya. Obyek yang dikaji juga bukan raja atau tokoh besar tetapi gerakan petani, Kyai dan santri-santri desa dan kepala desa yang melakukan pemberontakan melawan Belanda.

Dalam diskusi itu Rasto mengatakan bahwa orang Indramayu menggunakan bahasa sehari-hari memakai bahasa Indramayu atau bahasa Jawa Indramayu berbeda dengan orang Bandung atau Priangan , yang sehari-harinya menggunakan bahasa Sunda Priangan. Jadi, jika ditanya Indramayu ikut Jawa atau Sunda, jawabannya secara geografis memang Indramayu terletak di Jawa Barat tetapi secara mayoritas orang-orang Indramayu menggunakan bahasa Jawa Indramayu bukan menggunakan bahasa Sunda.

Tentang budaya, Rasto menerangkan bahwa dalam kehidupan sehari-hari orang-orang Indramayu berada di bawah irisan antara budaya Jawa dan Sunda. Ternyata budaya Sunda itu irisannya sangat kecil sedangkan irisan besarnya menggunakan budaya Jawa. Pendek kata budaya Jawa lebih kental digunakan dalam kehidupan sehari-hari daripada budaya Sunda. Yang perlu dipahami Indramayu mempunyai kearifan lokal sendiri yaitu bahasa Jawa Indramayu. Itu menunjukkan ada benang merah hubungan antara Indramayu dengan Mataram Islam di Jawa. Tetapi budaya Indramayu tidak serta merta secara utuh mengadopsi budaya eks Mataram tetapi sudah ada budaya Jawa versi Indramayu.

Indramayu merupakan wilayah yang unik karena bahasa, kultur, dan dinamika berbeda dengan daerah lain di Jawa Barat. Dalam bahasa lokal orang Indramayu juga menggunakan bahasa Jawa Indramayu tetapi di sekolah-sekolah digunakan muatan lokal bahasa Sunda. Walaupun ada peserta diskusi yang berpendapat lain bahwa bahasa sehari-hari di Indramayu bukan bahasa Jawa Indramayu tetapi bahasa Jawa. Di Indramayu juga mengenal lotek seperti Jawa tetapi di Indramayu juga sangat familiar dengan lalapan. Di sini yang perlu ditekankan bahwa orang Indramayu tetap loyal dengan Jawa Barat tetapi orang Indramayu mempunyai budaya sendiri, ungkap Rasto.

Baca Juga: Ilmuwan Israel Mengembangkan 'e-skin' yang Mengetahui Gerakan Apa yang Anda Buat

Fenomena yang menarik, orang-orang Indramayu ketika di sekolah diajarkan bahasa Sunda sangat kesulitan karena dalam kehidupan sehari-hari mereka menggunakan bahasa Jawa Indramayu. Bagi mereka belajar di sekolah menggunakan muatan lokal bahasa Sunda seperti sulitnya belajar bahasa Inggris karena masih terasa asing dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itulah kemudian ada solusinya di sekolah-sekolah di Indramayu dalam muatan lokal bahasa daerah digunakan bahasa irisan yakni beberapa menggunakan bahasa Sunda dan disisi lain menggunakan bahasa Jawa Indramayu, tandas Rasto.

Dalam diskusi itu juga diperbincangkan sejarah versi baru bahwa Wiralodra sebagai tokoh Indramayu berasal dari panglima perang Mataram yang merupakan salah satu prajurit Mataram Islam di bawah pemerintahan Sultan Agung. Dari sini terjadi perbedaan bahwa Wiralodra bukan Arya Bagus Wiralodra tetapi Raden Tumenggung Wiralodra yang memerintah Indramayu sebagai adipati.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Insan Purnama

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X