Jakarta,Klikanggaran.com - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengungkapkan bahwa Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) baru saja merilis pengelolaan anggaran Pemerintah Daerah (Pemda) di Indonesia dengan hasil yang mengecewakan.
"Serapan anggaran rendah berdampak pada lambatnya pembangunan dan buruknya penanganan dampak Covid-19 yang semakin mengkhawatirkan, yang perlu segera dilakukan oleh Pemerintah dan Pemda adalah membuat terobosan agar anggaran Daerah segera dibelanjakan untuk respon darurat pandemi gelombang dua," ujar Sekjen FITRA, Misbah Hasan, melalui keterangannya, Jumat (16-7).
Misbah menjelaskan, serapan anggaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) per 9 Juli 2021 baru 33,78%. "Angka ini lebih rendah dibanding serapan pada bulan sama (YoY) tahun 2020 yang berada di angka 37,90%," imbuhnya.
"Sementara itu, untuk Kabupaten dan Kota serapan anggaran per 9 Juli 2021 baru diangka 28,46% dan 33,48%, angka ini juga lebih rendah dibanding bulan Juli 2020 (YoY) berada di angka 37,50%," sambungnya.
Menurut Misbah, data tersebut menunjukkan bahwa kinerja Pemda secara umum sangat memprihatinkan, kurang 'gercep', padahal pandemi gelombang ini lebih parah dengan angka keterpaparan harian lebih dari 50 ribu orang dan angka meninggal semakin tinggi.
"Pemda seakan menjalankan roda pemerintahan secara 'biasa-biasa saja' dalam situasi luar biasa karena pandemi Covid-19 tak berkesudahan," jelasnya.
Selain itu, kata Misbah, Pemda diwajibkan untuk merealokasi 35% belanja barang/jasa belanja modal untuk penanganan Covid-19.
"Ini yang seharusnya digunakan lebih akseleratif, yang paling utama adalah pemenuhan segera fasilitas Rumah Sakit yang menangani Covid-19, seperti pengadaan APD yang berkualitas, ventilator, tabung oksigen, masker, dan lain-lain, serta memperbanyak ruang perawatan, bila perlu buat Rumah Sakit non-permanen karena banyak Daerah-daerah, terutama di Jawa yang RS-nya sudah tidak mampu menampung pasien," jelas Misbah.
Lebih lanjut Misbah menuturkan, tradisi serapan tinggi di akhir tahun masih kuat melekat di birokrasi Daerah. "Hal ini menunjukkan bahwa Pemda belum memanfaatkan mekanisme pengadaan barang/jasa yang disederhanakan saat emergensi," ungkapnya.
Maka dari itu, Misbah merekomendasikan agara Kemenkeu dan LKPP perlu membuat kebijakan mekanisme pengadaan barang/jasa yang disederhanakan, tapi tetap memegang prinsip transparansi dan akuntabilitas, tetap melalui lelang terbuka yang diumumkan secara online dan bisa dipantau oleh masyarakat.
"Selain itu juga, Kemendagri perlu membuat regulasi batas minimal serapan anggaran bagi Pemda per semester, sekaligus punishment bagi yang tidak memenuhi. Pemerintah, Pemrov, maupun Pemerintah di Kabupaten/Kota perlu melakukan terobosan dalam pengelolaan anggaran agar bisa terserap dengan baik dan tepat sasaran," ujar Misbah.
Misbah juga menekankan perlunya pelibatan publik untuk percepatan serapan anggaran Daerah, bisa melalui skema swakelola tipe III dan tipe IV yang memberi ruang bagi organisasi masyarakat sipil dan kelompok masyarakat.
"Pemerintah dan Pemda perlu mengambil opsi lockdown untuk daerah-daerah zona merah atau bahkan secara nasional dan memanfaatkan anggaran yang belum terserap untuk 'bantalan' bantuan sosial," pungkasnya.