kebijakan

Listrik? Rawan Korupsi, Lho

Kamis, 31 Oktober 2019 | 07:29 WIB
Perusahaan Listrik

Sebanyak 62 perusahaan asal Indonesia dalam proyek 35.000 MW memiliki rerata skor program antikorupsi sebesar 14%; 8 perusahaan asal China memiliki rerata skor sebesar 8%; 7 perusahaan asal Korea Selatan memiliki skor rerata sebesar 38%; dan 6 perusahaan asal Jepang memiliki skor rerata sebesar 67%.


Kemudian, 3 perusahaan asal Amerika Serikat memiliki skor rerata sebesar 50%; 2 perusahaan asal Singapura memiliki skor rerata sebesar 33%; serta perusahaan dari negara lain seperti Finlandia, Swiss, Thailand, Hongkong, Qatar, Spanyol, dan Italia memiliki rerata skor sebesar 41%. 


Berdasarkan kajian TII, rerata tersebut menunjukkan bahwa pemerintah dan PLN seharusnya turut memastikan bahwa perusahaan multinasional yang akan bekerjasama memiliki rekam jejak yang bebas dari korupsi dan memiliki program antikorupsi yang memadai.


Kajian juga menyentuh transparansi struktur grup PPL yang memiliki rerata skor 36%. 


Hasil kajian menyatakan bahwa hanya 43 dari 95 PPL yang menginformasikan daftar anak perusahaannya, dan hanya 31 dari 95 PPL yang menginformasikan persentase kepemilikan sahamnya di anak perusahaan. 


Kemudian, hanya 34 dari 95 PPL yang menginformasikan daftar perusahaan patungan atau perusahaan asosiasi, dan 28 dari 95 PPL yang menginformasikan persentase kepemilikan saham di perusahaan patungan atau perusahaan asosiasi.


Selain itu, hasil kajian persentase dari laporan keuangan per negara (country-by-country report) PPL juga sangat rendah karena skor rerata persentasenya mencapai 0%. 


Laporan TII menyatakan dari 40 perusahaan multinasional yang dinilai, tidak ada perusahaan menyusun laporan keuangan dan disajikan secara terpisah di setiap lokasi bisnis perusahaan. 


Padahal, country-by-country report dinilai sangat krusial untuk mencegah praktik penghindaran pajak. 


TII kemudian merekomendasikan sejumlah hal berdasarkan temuan dari penilaian terhadap Pengembang Pembangkit Listrik (PPL).


Pertama, pemerintah dan PLN dinilai harus mengembangkan dan menerapkan program antikorupsi yang memadai dengan mengacu pada standar program antikorupsi perusahaan.


Misalnya, panduan pencegahan korupsi untuk dunia usaha dari KPK, ISO 37001 mengenai Sistem Manajemen Anti Suap atau Business Principles for Countering Bribery dari Transparency International.


Kedua, memperkuat kebijakan antikorupsi, khususnya yang terkait dengan pencegahan konflik kepentingan antara politisi, PLL, birokrasi, ataupun direksi PLN pada tahap perencanaan dan pengadaan di sektor kelistrikan.


Ketiga, pemerintah mengembangkan dan menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas pemilihan jajaran direksi BUMN.


Keempat, pemerintah memperkuat pengawasan dalam investasi di sektor kelistrikan.

Halaman:

Tags

Terkini