Jakarta, Klikanggaran.com (06-07-2019) - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S. Pane, berharap Pansel Calon Pimpinan KPK membuat kesepakatan bahwa petahana pimpinan KPK yang mengikuti seleksi sebaiknya dicoret atau tidak diloloskan untuk periode kedua. Namun, Neta mengaku tak masalah dengan 9 anggota Polri aktif dan purna tugas yang mendaftarkan diri sebagai calon pimpinan (Capim) KPK.
Meski banyak yang memprotes kehadiran polisi dan jaksa dalam daftar capim KPK, namun menurut Neta, sampai saat ini belum ada larangan terhadap anggota Polri sebagai komisioner atau pimpinan KPK.
Terkait usulannya untuk mencoret pimpinan KPK petahana yang mengikuti seleksi lagi, Neta memberikan beberapa alasan. Pertama, belum pernah ada sejarahnya pimpinan KPK menjabat dua periode. Kedua, dalam periode sebelumnya para petahana dinilai gagal oleh IPW karena ada konflik serta perseteruan di antara penyidik KPK.
"Pimpinan KPK tersebut membiarkan terjadi politisasi KPK sehingga menjelang pilpres 2019 hanya elite partai pendukung calon presiden nomor urut 01 saja yang diciduk dalam operasi tangkap tangan." Demikian kata Neta.
IPW menganggap jajaran pimpinan KPK yang sekarang tidak berani menuntaskan kasus korupsi yang diduga melibatkan RJ Lino, mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Sattar, dan BLBI di mana Syamsul Nursalim sudah menjadi tersangka.
Neta menegaskan bahwa KPK periode ini hanya berani bermain-main di lingkaran bawah dengan OTT sebagai pencitraan pemberantasan korupsi. Oleh sebab itu dia berharap panitia seleksi harus mampu melahirkan komisioner dengan tiga target.
"Pertama, anggota KPK yang mampu memberantas korupsi besar tanpa pencitraan, kemudian anggota KPK yang malu memberantas korupsi ecek-ecek dengan pencitraan operasi tangkap tangan yang seolah-olah besar," kata dia.
Ketiga, IPW berharap panitia seleksi itu dapat menghasilkan anggota KPK yang mampu membersihkan institusi KPK dari kriminal atau pelanggar hukum yang kebal hukum dan tidak patuh proses hukum.
"Di tangan Pansel Capim KPK inilah masa depan KPK berada, begitu pula dengan nasib pemberantasan korupsi di Indonesia," kata dia.
Sebelumnya, Gerakan Masyarakat Sipil Bersihkan Indonesia mendesak Panitia Seleksi KPK untuk memasukkan kriteria terkait pemberantasan korupsi di sektor sumber daya alam sebagai salah satu proses seleksi.
Menurut gerakan yang diikuti oleh YLBHI dan ICW ini, KPK selama ini berhasil mengungkap kasus yang melibatkan sumber daya alam dan energi. Beberapa kasus antara lain korupsi izin tambang oleh Gubernur Sulawesi Tenggara, kasus PLTU Riau-1, dan juga korupsi perizinan sawit.
Juru bicara Gerakan Masyarakat Bersihkan Indonesia, Iqbal Damanik, di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jumat (5/7/2019) mengatakan, "Jangan sampai peran ini melemah akibat proses seleksi yang tidak memperhatikan jejak rekam calon di sektor sumber daya alam.”
Menurut mereka, pihak yang perlu diwaspadai salah satunya berasal dari institusi kepolisian. Sebab, menurut Siti Rakhma Mary Herwati dari YLBHI, selama ini korupsi di sektor sumber daya alam ada melibatkan kepolisian. Sebisa mungkin, YLBHI tidak ingin ada pimpinan KPK dari unsur kepolisian.
Siti menjelaskan bahwa selama ini kasus-kasus yang ditangani oleh bersihkan Indonesia itu melibatkan polisi sebagai aktor yang terlibat di dalam korupsi sumber daya alam dan lingkungan hidup, karena itu gerakan tersebut khawatir ketika para polisi ini nanti menjadi pimpinan KPK nanti akan melanggengkan korupsi sumber daya alam itu menjadi lebih buruk.