kebijakan

Kebijakan Energi Pemerintah Dinilai Patut Dipertanyakan?

Minggu, 17 Februari 2019 | 14:30 WIB
Kebijakan

Jakarta, Klikanggaran.com (17-02-2019) – PT Adaro Energy adalah salah satu dari 8 perusahaan PKP2B. Total produksi perusahaan ini mencapai 56 juta metrik ton per tahun, bisa meraup laba begitu besar setiap tahunnya. Awalnya, lahan tambang tersebut itu adalah milik PN Batubara. Tapi, kemudian ada kebijakan KEPRES No 75 tahun 1996 Jo Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 680.K/29/M/PE/1996 oleh Menteri Pertambangan dan Energi, IB Sujana. Maka telah diambil alih status lahan tersebut kepada Pemerintah untuk dikerjasamakan dengan swasta. Demikian disampaikan oleh Yusri Usman, Direktur CERI, pada Klikanggaran.com, Minggu (17/02/2019).

Waktu kontrak PKP2B generasi pertama ini akan berakhir mulai tahun 2019 sampai dengan tahun 2025. Yusri mengatakan, seharusnya menurut UU Minerba No 4 tahun 2009, tambang batubara harus dikembalikan kepada negara. Dan, oleh Pemerintah diserahkan prioritas pengelolaannya kepada BUMN Tambang atau PLN, untuk memenuhi kebutuhan energi PLTU-nya. Apalagi program pembangunan pembangkit 35.000 MW yang digagas oleh Presiden di dalam RUPTL 2018 - 2027 porsi energi batubara mencapai sekitar 60%. Diperkirakan kebutuhan batubara pada tahun 2025 sudah mencapai 160 juta metrik ton per tahunnya. Maka sudah seharusnya menurut Yusri, Pemerintah saat ini menerapkan kebijakan untuk menjaga ketahanan energi nasional jangka panjang.

“Akan tetapi anehnya, saat ini Pemerintah tidak melakukan kebijakan sesuai perintah UU Minerba tersebut. Padahal 8 pemilik PKB2B dengan total produksi 180 juta metrik per tahun dapat diperoleh dengan gratis oleh BUMN Tambang atau PLN. Karena PKPB2B generasi pertama ini dikelola dengan skema "Production Sharing contract". Artinya, semua asetnya menjadi barang milik negara,” tutur Yusri.

Sebaliknya, lanjutnya, Pemerintah mengakuisi PI 40% Rio Tinto dan 9,36% di PT Freeport Indonesia. Dengan cara PT Inalum disuruh berhutang dengan skema global bond USD 4 miliar. Anehnya lagi menurut Yusri, ada peluang besar untuk mendapat gratis lahan tambang, tetapi entah mengapa dilepas dengan entengnya oleh Pemerintah.

Maka menurut Yusri tentu wajar jika kemudian muncul pertanyaan menggelitik. Kenapa Pemerintah Cq KESDM secara diam-diam telah merevisi ke 6 PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 23 tahun 2010 tentang "Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara" sejak Oktober 2018? PP ini kemudian digunakan sebagai payung hukum agar ke 8 pemilik PKP2B itu bisa menjadi IUPK dan tetap dikelola oleh swasta konglomerat tambang.

Kebijakan Pemerintah


“Akibatnya, kebijakan tersebut dinilai agak aneh secara akal sehat. Karena ada potensi kehilangan USD 2 miliar setiap tahun bagi keuntungan BUMN. Itu selain pajak dan royalti, kalau Pemerintah tetap memberikan perpanjangan pengelolaannya kepada swasta,” kata Yusri.

Hal tersebut menurut Yusri terbukti dengan PT Tanito Harum konon kabarnya telah diperpanjang kontraknya sejak 15 Januari 2019 oleh KESDM. Sisanya seperti PT Arutmin Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Kendilo Coal Indonesian, PT Multi Harapan Utama, PT Kideco Jaya Agung (2023), PT Adaro Indonesia (2022), dan PT Berau Coal (2025), akan menyusul segera diperpanjang dalam bentuk IUPK setelah revisi ke PP 23 tahun 2010 dan diteken Presiden.

“Informasi terakhir, katanya draft final revisi ke 6 PP Nomor 23 tahun 2010 sudah di meja Presiden sejak pertengahan Januari 2019. Tinggal tanda tangan saja, karena sudah lolos proses harmonisasi di beberapa kementerian. Meskipun hasil revisi ke 6 PP No 23 tahun 2010 bertentangan dengan UU Minerba,” ujar Yusri.

Selain itu, Yusri menyayangkan karena proses revisi PP ini dibuat seolah dengan tidak lazim. Karena diduga tidak ada naskah akademinya. Dan, tidak pernah disosialisasikan kepada dunia kampus serta masyarakat pertambangan, sesuai UU No 12 tahun 2011 tentang Tata Urutan Perundang-Undangan.

“Adakah yang bisa memberikan tanggapan, apa dasar pemikiran Presiden menyikapi berbeda soal kebijakan divestasi Freeport dengan status 8 pemilik PKP2B? Apakah ada potensi dia telah disandera oleh konglomerat batubara?” tutup Yusri Usman.

Baca juga : Pemerintah Dinilai Mundur dalam Mengelola Ketahanan Energi Nasional

Tags

Terkini