Jakarta, Klikanggaran.com - Undang Undang (UU) Pengampunan Pajak disahkan melalui Rapat Paripurna DPR RI (20-07-2016), dengan 9 Fraksi menerima dan 1 Fraksi (PKS) yang mengajukan keberatan terhadap Undang Undang ini. Rapat tersebut dipimpin langsung oleh Ketua DPR, Ade Komarudin.
"Saya kira kita sudah bisa menyimpulkan. Secara mayoritas sembilan fraksi menyetujui rancangan Undang Undang Pengampunan Pajak ini. Kami bertanya pada saudara-saudara, setujukah dengan Undang Undang Pengampunan Pajak ini?" tanya Ade Komarudin. Seketika anggota dewan serentak menjawab "setuju".
Undang Undang Pengampunan Pajak merupakan Undang Undang yang selama pembahasannya mengandung banyak konflik, baik di tataran elite politisi, praktisi hukum, dan aktivis. Kementerian Keuangan sebagai penggagas lahirnya Undang Undang ini sangat optimis bahwa Tax Amnesty dapat meningkatkan pendapatan pajak. Wakil Ketua DPR, Taufik Kurniawan, memberikan pendapat positif.
"Ada momentum yang hanya sekali dan waktunya sembilan bulan. Yang jelas, efektifitas pelaksanaan, proses, dan hasilnya kita serahkan pada pemerintah. Semoga hasil yang diperoleh bisa lebih dari target 165 Triliun rupiah".
Namun, menurut Anggota Fraksi PKS yang juga menjabat Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, seperti dilansir oleh kompas.com menyatakan bahwa pemerintah harus siap untuk segala hal kemungkinan jika UU Pengampunan Pajak dianulir oleh MK. Di samping itu menurut Fahri, adanya pengajuan Judicial Review adalah bukti bahwa masyakarat sudah cerdas berdemokrasi.
Di sisi lain, para aktivis juga mengajukan gugatan Judicial Review kepada Mahkamah Konstitusi terhadap Undang Undang Tax Amnesty, dengan alasan utama yaitu Undang Undang ini sangat rawan pencucian uang, dan akan mengulang kembali citra buruk pemerintah terhadap pengemplang pajak. Para penggugat ialah Yayasan Satu Keadilan, Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI), serta empat warga negara.