Jakarta, Klikanggaran.com (12/8/2017) - Bila muncul keresahan masyarakat akibat kebijakan pemerintah, maka untuk menenangkan keresahaan tersebut, tentu dari penyataan Presiden. Di sini arti pernyataan Presiden Jokowi bukan untuk menyelesaikan akar keresehaan tersebut. Tapi, hanya sekedar untuk menenangkan masyarakat, agar jangan resah, dan melupakan kebijakan pemerintah yang menjadi penyebab keresahaan.
Jadi bisa dong, publik menilai bahwa pernyataan Presiden seperti obat bius. Bukan untuk menyelesaikan atau mencabut kebijakan pemerintah, melainkan untuk sekedar menenangkan masyarakat agar lupa kepada kebijakan tersebut. Pernyataan Presiden yang dinilai hanya sebagai obat bius itu, bisa dipotret dari statemen Presiden tentang FDS, atas respon keberatan Jemaah NU atas penerapan FDS.
Dimana Presiden menyatakan bahwa sekolah tidak wajib menerapkan kebijakan sekolah lima hari atau full day school. Melalui media di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis, 10 Agustus 2017, Presiden menyakinkan Jema'ah NU, bahwa tidak ada keharusan untuk lima hari sekolah.
Namun, walaupun Presiden sudah perintahkan bahwa tidak wajib sekolah menjalankan FDS, tetapi karena belum dicabut peraturan menteri tersebut, tetap saja para pejabat Kemendikbud akan menerapkan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 di lapangan. Pastinya, kebijakan tersebut akan tetap diterapkan pada para kepala sekolah yang berstatus pegawai negeri.
Dan, publik akhirnya berpikir, bagi para kepala dinas, Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 ini akan dijalankan sebagai "perintah" halus. Pelan tapi pasti, untuk membunuh "sekolah-sekolah" Islam tradisional seperti Madrasah Diniyah atau /TPQ/TPA.
Kemudian, penyataan Presiden yang lain yang dianggap seperti obat bius adalah, penyataan yang berkaitan dengan keresahan masyarakat atas penerapan kebijakan tax amnesty, atau penerapan Undang-Undang Pengampunan Pajak. Dimana Presiden menyebutkan bahwa sasaran program tax amnesty atau pengampunan pajak adalah para pembayar pajak besar, terutama pengusaha yang menaruh harta di luar negeri.
Setelah Presiden mengeluarkan penyataan tersebut, maka masyarakat jadi tenang dan betul-betul terbius dengan statemen Presiden tersebut. Maka sebagian masyarakat wajib pajak tidak mau lagi mendesak Presiden agar menunda penerapan tax amnesty. Tetapi, aparat pajak di lapangan, tetap saja bekerja sesuai dengan Undang-Undang Pengampunan Pajak. Semua harta wajib pajak baik yang ditaruh di luar atau dalam negeri dipaksa untuk ikut Undang-Undang Pengampunan Pajak.
Jadi, dengan adanya dua kasus seperti di atas. Warga NU saat ini sedang berjuang agar Presiden tidak hanya mengeluarkan penyataan saja, seolah-olah membela warga NU agar FDS dihapus. Tapi, warga NU terus mendesak agar kebijakan sekolah lima hari atau full day school dihapus, sekarang juga.
Jemaah atau warga NU tahu, bahwa yang namanya obat bius itu hanya untuk menenangkan atau membius saja. Maka mereka tetap ngotot kebijakan full day school Muhadjir harus dihapus, lalu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Efendy, harus dicopot.