Jakarta, Klikanggaran.com (13/8/2017) - Reshuffle tampaknya akan terwujud dalam waktu tidak terlalu lama. Sebab perbincangan tentang reshuffle menghangat kembali pekan ini. Bahkan, media masa menggali dari berbagai sumber, termasuk dari dalam Istana, tentang issu reshuffle. Demikian disampaikan Direktur Eksekutif dan pengamat komunikasi politik, Emrus Corner, pada Minggu (13/8/2017).
Emrus mengatakan, sayangnya perbincangan reshuffle hanya terjebak pada pergantian atau rotasi menteri. Padahal, bisa jadi ada potensi "penyakit" kronis tersembunyi di kementerian dan instansi pemerintah lainnya yang selama ini seolah kita biarkan.
"Itulah sebabnya bongkar pasang menteri tidak pernah menyelesaikan persoalan perilaku korupsi dan pungli di kementerian dan instansi pemerintahan lainnya selama ini," ujar Emrus.
Sebab, lanjut Emrus, ada salah satu organ di kementerian dan instansi pemerintah yang seharusnya bisa mencegah dan memberantas korupsi dan pungli. Namun, tampaknya tidak berfungsi, sehingga menimbulkan terjadinya penyimpangan. Lihat saja, sampai sekarang belum ada kementerian yang berani memproklamirkan bahwa instansi mereka dijamin tidak ada korupsi dan pungutan liar (pungli).
"Karena itu, persoalan korupsi dan pungli menjadi patologi di kementerian dan instansi pemerintah lainnya yang belum tertuntaskan dari dulu hingga kini," ujarnya.
Lalu, lanjut Emrus, pertanyaan kritis muncul, mengapa kementerian dan instansi pemerintah lainnya belum bisa move on dari perilaku korupsi dan pungli?
Jawabannya sangat sederhana dan kasat mata, yaitu inspektorat di lembaga tersebut seolah tidak memiliki "taring" bagi orang kuat di instansi yang bersangkutan. Buktinya, sudah ada menteri melakukan korupsi.
"Sebaliknya, bisa saja inspektorat berubah menjadi "mandor" yang kebagian "basah" dari oknum yang bisa diajak berkolaborasi atau dikendalikan. Padahal, seharusnya inspektorat ini menjadi KPK MINI di instansinya. Untuk itu, menurut hemat saya, inspektorat di kementerian dan instansi pemerintah lainnya, sebaiknya segera "diamputasi" (ditiadakan). Jangan sampai inspektorat semacam itu tumbuh menjadi "tumor" ganas di kementerian dan instansi pemerintah lainnya, yang berpotensi besar menggerogoti kinerja lembaga pemerintah dan dana APBN," terangnya.
Sebab, kata Emrus, sesungguhnya inspektorat kementerian dan lembaga pemerintah lainnya sangat-sangat sulit melakukan fungsi pengawasan di kementeriannya sendiri, karena unit ini bagian integral yang tak terpisahkan dari sistem yang terjadi di internal kementerian atau instansi pemerintah lainnya. Termasuk terjadinya perilaku korupsi dan pungli di kementerian dan instansi pemerintah lainnya. Sebab, pembiayaan dan nasib para pegawai di inspektorat sangat tergantung dengan unit kerja lain yang ada di kementerian atau instansi pemerintah lainnya. Belum lagi bila menteri, sebagai atasan dari inspektorat, tidak memberi sinyal dukungan kuat kepada inspektorat dalam melakukan pengawasan secara ketat dan profesional, sehingga inspektorat menjadi disfungsi. Buktinya, sudah beberapa menteri kita terjerat korupsi di KPK dan telah meyandang status terpidana yang memiliki hukum tetap.
"Untuk itu, bila Presiden Jokowi melakukan reshuffle, sebaiknya inspektorat "dicabut" dari semua kementerian dan instansi pemerintah dengan membentuk kementerian baru. Misalnya, KEMENTERIAN PEMBERANTASAN KORUPSI DAN PUNGLI DI INTERNAL PEMERINTAHAN. Atau, apapun namanya, yang bertugas meniadakan korupsi dan pungli di kementerian, badan, lembaga, dan instansi pemerintahan lainnya. Pembentukan kementerian ini sesungguhnya sama sekali tidak menambah beban APBN, karena dana tersebut sudah ada selama ini di masing-masing kementerian dan instansi pemerintahan," tutupnya.