(KLIKANGGARAN) – Polemik royalti lagu di Indonesia kian panas, memicu perdebatan di kalangan musisi dan pelaku usaha. Selama dua pekan terakhir, sejumlah restoran dan kafe memilih mematikan musik karena takut tersandung kewajiban membayar royalti.
Masalah ini dinilai tak akan tuntas tanpa keterbukaan data dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan revisi aturan yang tumpang tindih. Sorotan publik makin tajam setelah kasus lagu Bilang Saja karya Ari Bias yang dipopulerkan Agnez Mo menyeruak ke media.
Kasus Lagu "Bilang Saja" – Januari 2025
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 30 Januari 2025 memutuskan Agnez Mo harus membayar Rp1,5 miliar kepada Ari Bias karena dianggap menggunakan lagu tersebut tanpa izin.
“Saya enggak dihubungi secara langsung. Kan saya juga pas pertama kali ketemu Ari Bias, I was sixteen years old (usia masih 16 tahun),” ujar Agnez Monica dalam wawancara dengan Deddy Corbuzier pada Februari 2025.
Agnez menegaskan, selama ribuan pertunjukan yang dijalaninya, urusan izin dan pembayaran royalti selalu ditangani pihak penyelenggara acara.
“Izin dan royalti itu dibayar sama penyelenggara,” tegasnya.
Meski demikian, ia mengisyaratkan akan mengajukan kasasi karena menilai mekanisme perizinan belum sepenuhnya jelas bagi artis dengan jadwal padat.
Sikap AKSI dan LMKN – Februari 2025
Piyu, Ketua Umum Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI), mendukung putusan pengadilan tersebut.
“AKSI sangat setuju dengan keputusan ini dan mengimbau semua pihak untuk menghormatinya,” ujarnya di Jakarta Selatan, 17 Februari 2025.
Dharma Oratmangun dari LMKN menegaskan, “Kami menghormati keputusan pengadilan dan berharap tidak ada intervensi dari pihak mana pun.” Ia mengingatkan agar hubungan antar pelaku industri musik tetap harmonis.
“Jangan sampai penyanyi, pencipta lagu, dan promotor dibentur-benturkan,” tegasnya.
Meski mendukung proses hukum, LMKN juga mendapat tekanan soal transparansi laporan royalti.
Keresahan Musisi Soal Transparansi LMKN – Maret 2025
Pada Maret 2025, 29 musisi mengajukan uji materiil UU Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi, mendesak revisi aturan pembayaran royalti yang dianggap tak memihak pencipta lagu.
Ahmad Dhani, musisi sekaligus Ketua AKSI, menilai ada kerancuan di pasal 23 UU Hak Cipta.
"Selama 10 tahun dalam industri musik ini, ada kerancuan dalam undang-undang itu, yaitu pasal 23," tuturnya.