Jakarta.www.klikanggaran.com, -- Heboh investasi bodong berkedok koperasi syariah 212 Mart Samarinda, Kalimantan Timur, membuat gusar pemegang resmi logo Koperasi Syariah 212 Mart Pusat, yang bermarkas di Bogor, Jawa Barat.
"Koperasi Syariah Sahabat Muslim Samarinda telah melanggar kesepakatan bersama dan syarat kerjasama, sehingga tidak berhak lagi mencantumkan logo 212 Mart," ujar Mela Trestiati, Direktur Eksekutif Koperasi Syariah 212 Mart Pusat, Selasa (4.5/21) dalam siaran pers beredar di media sosial diterima Sabtu (8.5/21).
Pelanggaran kesepakatan syarat kerjasama KSSMS--212Mart Pusat, katanya, seperti temuan KSSMS tidak menjalankan kewajiban dengan baik berupa tidak mengirimkan laporan keuangan 212 Mart-nya secara reguler baik bulanan maupun tahunan.
Pelanggaran KSSMS lain berupa tidak memberikan lagi hasil atas usahanya kepada 212 Mart Pusat sebagai pembayaran sewa merek dagang 212 Mart.
Dua pelanggaran kesepakatan itu disebutkan dalam kategori posisi KSSMS dan Koperasi Syariah 212 Mart Pusat.
"Manajemen Kami mengatur tegas dalam Pedoman Komunitas 212 Mart bahwa Komunitas DILARANG melaksanakan Pengumpulan Dana untuk Modal Kerja mengatasnamakan Koperasi Syariah 212 Mart," ujarnya sesuai poin ke-6 siaran pers itu.
Modus Lawas
Diberitakan sebelumnya, puluhan nasabah (baca konsumen) Komunitas Koperasi Syariah 212 Mart Samarinda, Kalimantan Timur, melapor ke Polresta Samarinda. Mereka korban ajakan kerjasama melalui WhatsApp.
"Kami melaporkan pengelola koperasi diduga melakukan tindak pidana penipuan & penggelapan," jelas I Kadek Indra, ketua tim kuasa hukum nasabah dari LKBH Lentera Borneo, Jumat (30.4/21).
Kasus terungkap sewaktu tidak dibayarkannya gaji karyawan & hasil penjualan makanan titipan UMKM, disusul tutupnya satu persatu dari tiga gerai toko 212 Mart di Jalan AW Syahranie pada 2018, di Jalan Gerilya, dan Jalan Bengkuring pada 2019, dari hasil kumpulan uang nasabah Rp 2,025 milyar.
Ketidakberesan pengelola PN (Ketua), RJ (Wakil Ketua), HBH (Bendahara), MY, JI, dan MR, itu ketika HBH menawari PT Kelontongku Mulia Bersama miliknya sebagai legalitas saat terungkap KSSMS sebagai wadah pengumpulan dana diketahui tanpa legalitas.
Belakangan diketahui diduga tidak ada perjanjian atau surat kerjasama antara KSSMS dan PT Kelontongku, menyusul HBH pengelola penuh gerai toko 212 Mart Samarinda.
"Jelas ini murni modus kejahatan berkedok koperasi, yang memanfaatkan kelemahan pengawasan Kementerian Koperasi serta penyelesaian pidana secara parsial. Alhasil, kasus serupa terus bermunculan di tengah korban-korban berasal dari rakyat," ujar Rinaldi Rais, pengamat kebijakan publik, Selasa (4.5/21).
Modus serupa KSSMS, katanya seperti diberitakan, berpola terjadi 2011 pada Koperasi Langit Biru di Tangerang Selatan merugikan seratusan ribu orang senilai Rp 6 trilyun disusul First Travel di Depok dan Koperasi Pandawa di Kota Depok, dengan 569.000 korban senilai Rp 3 trilyun, juga Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada sebesar Rp 3,2 trilyun, hingga tahun 2020 dialami KSP Indosurya yang tidak mampu mengembalikan dana 16.749 ‘nasabah’ senilai Rp14 trilyun.