RINGKASAN: PT Pertamina (Persero) tidak mempertimbangkan potensi surplus LNG domestik dari penjualan spot kargo dan terminasi kontrak penjualan LNG jangka panjang dan Pertamina belum memiliki Pedoman pembelian LNG
JAKARTA, Klikanggaran.com--Pada setiap akhir tahun, Pertamina, producer, PT Badak LNG, dan SKK Migas melakukan rapat penyusunan Annual Delivery Program (ADP) tahun berikutnya untuk merencanakan jumlah kargo LNG yang akan dijual berdasarkan forecast produksi dari producer. Sesuai forecast produksi tersebut, kemudian dialokasikan kargo LNG untuk pembeli eksisting (committed) dan pembeli domestik. Sedangkan sisa kargo LNG (uncommitted cargoes) dimintakan persetujuan kepada Menteri ESDM melalui SKK Migas untuk dijual secara spot.
BACA JUGA: Landasan Kajian LNG Road Map untuk Pembelian LNG CCLNG oleh Pertamina Tidak Akurat
Laporan Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas penjualan LNG Kilang Badak tahun 2016 dan 2017 menyebutkan bahwa kebutuhan gas domestik mengalami surplus LNG. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah volume LNG yang excess dan akhirnya dijual secara spot sejak tahun 2012 s.d. 2017, dengan rincian sebagai berikut:
Selain itu, pada akhir tahun 2017 terdapat dua Long Term Contract (LTC) yang berakhir masa kontraknya, yaitu Korean Gas (Badak V) dan CPC (Badak VI). Hal tersebut semakin menambah potensi excess volume LNG di tahun berikutnya. Pada tahun 2016 dan 2017, Korean Gas dan CPC menyerap LNG sebanyak 108.970.180 MMBTU dan 184.095.000 MMBTU dengan rincian sebagai berikut:
Dengan demikian, menurut laporan BPK, pembelian LNG oleh Pertamina kepada CCLNG berpotensi tidak dapat terserap untuk pemenuhan kebutuhan domestik. Dampaknya, Pertamina harus mencari buyer potensial di pasar luar negeri untuk menyerap kargo LNG dari CCLNG tersebut.
BACA JUGA: Pertamina Gas Mengalami Pembengkakan Biaya Investasi, Kok Bisa?
Hal lain yang menjadi temuan BPK adalah bahwa Pertamina belum memiliki Pedoman pembelian LNG.
Hasil pemeriksaan yang dilakukan BPK atas pembelian LNG oleh Pertamina kepada CCLNG menemukan bahwa proses pembelian dilakukan melalui mekanisme kajian internal, review berjenjang, dan persetujuan Board of Director (BOD).
Dalam laporan BPK, diketahui bahwa keterangan Vice President (VP) LNG menyatakan bahwa Pertamina belum memiliki Pedoman/Sistem Tata Kelola (STK) yang mengatur mengenai mekanisme/tata cara pembelian LNG yang bersumber dari domestik maupun luar negeri. Proses pembelian tersebut dilakukan berdasarkan praktik yang berlaku umum di perusahaan sebagaimana pembelian barang. Selain itu, keputusan pembelian LNG mengacu pada Pedoman Pelimpahan Otorisasi Perusahaan No. A-004/H10300/2006-S0 Revisi ke-3 yang menyatakan bahwa pengadaan crude dan produk minyak dan gas dengan nilai s.d. USD1.00 miliar atau ekuivalen penetapan pemenang lelang/pemilihan langsung/penunjukan langsung dan penandatanganan kontrak dilakukan oleh Wakil Direktur Utama/Direktur. Jika nilainya s.d. dan di atas USD1 miliar atau ekuivalen penetapan pemenang lelang/pemilihan langsung/penunjukkan langsung dan penandatanganan kontrak dilakukan oleh Direktur Utama. Atas hal tersebut, pembelian LNG kepada Corpus Christi Liquefaction, LLC telah mendapatkan persetujuan dari BOD.
BACA JUGA: Apa Dasar Ketentuan Pemberian Profit 5% dalam Pembangunan Pipa Transmisi Gas Gresik—Semarang?
Selanjutnya, hasil evaluasi atas prosedur pembelian LNG dan kontrak LNG SPA menunjukkan bahwa kajian internal yang dilakukan oleh Fungsi LNG belum dalam bentuk Feasibility Study yang membahas secara komprehensif meliputi latar belakang dan tujuan, analisis SWOT/sejenis, aspek financial, aspek legal, aspek komersial, aspek geografis, dll. Selain itu, proses review berjenjang yang dilakukan tidak didokumentasikan dalam bentuk Notulen Rapat yang berisi challenge session dari tahapan pembahasan di Fungsi pengusul, gate review SVP, gate review Direktur Gas sampai dengan pemaparan kepada Direksi.