1) BPN akan menerbitkan HPL bersyarat dimana pada diktum keputusan disebutkan bahwa jika nantinya terdapat tuntutan dari pihak lainnya, maka Pemprov. Sumatera Selatan yang harus bertanggung jawab untuk menyelesaikan;
2) Sebelum HPL diterbitkan, harus dilakukan pembatalan SHM yang berada di dalam tanah yang diajukan HPL-nya melalui SK Menteri Agraria dan Tata Ruang dengan alasan pemegang hak melalaikan kewajibannya untuk menguasai, menggarap, memasang tanda batas, dan menjaga kesuburan tanah sesuai Undang-undang Agraria. Pembatalan tanah yang sudah bersertifikat SHM ada dua acara, yaitu melalui keputusan pengadilan atau alasan cacat administrasi.
Kedua, Proses penjualan terkendala karena sertifikat HPL belum terbit
Sampai dengan saat ini, dari 1.226 unit rusun dan kios hanya 18 unit yang terjual secara pasti karena menggunakan metode pembayaran secara cash. Pembeli lainnya yang menggunakan metode Kredit Pemilikan Apartemen (KPA), jika lolos BI Checking, tidak bisa melakukan akad kredit karena sertifikat HPL, yang menjadi salah satu syarat akad kredit, belum diterbitkan oleh BPN. Sehingga konsumen yang telah didapatkan pada proses penjualan sebelumnya harus diverifikasi ulang dari awal mengingat belum adanya waktu yang pasti diterbitkannya sertifikat HPL oleh BPN. Terkendalanya proses penjualan mengakibatkan cash flow proyek menjadi tidak sehat. Sampai dengan 31 Oktober 2018, realisasi biaya yang sudah dikeluarkan sebesar Rp264.340.730.452,80 sedangkan dana yang diperoleh hanya sebesar Rp6.362.815.669.00 berupa penerimaan penjualan dari calon konsumen. Pasal 5 PKS Pembangunan Rusun Jakabaring antara Pemprov. Sumatera Selatan dan Perum Perumnas menyatakan bahwa kewajiban Pemprov. Sumatera Selatan salah satunya adalah menjamin bahwa jumlah unit rumah susun umum yang dibangun akan terjual seluruhnya paling lambat sampai dengan topping off struktur bangunan rumah susun umum.
Ketiga, Klausul dalam PKS lemah
Dalam penyusunan klausul-klausul dalam PKS Pembangunan Rusun Jakabaring dengan Pemprov. Sumatera Selatan, pihak Perum Perumnas telah mengantisipasi risiko kendala proses penjualan dengan melimpahkan risiko tersebut menjadi tanggung jawab Pemprov. Sumatera Selatan, dimana Pemprov. Sumatera selatan berkewajiban menjamin terjualnya seluruh unit yang dibangun.
Namun, pelimpahan risiko tersebut tidak disertai dengan sanksi/konsekuensi jika para pihak tidak memenuhi kewajibannya. Selain itu, tidak ada batas waktu yang pasti untuk masa pelaksanaan PKS. Dalam PKS menyatakan bahwa jangka waktu PKS adalah sejak PKS ditandatangani sampai dengan terpenuhinya seluruh hak dan kewajiban para pihak.
Terkait permasalahan lahan, berdasarkan surat GM Divisi Hukum Nomor HKM/03/055/I/2016 tanggal 19 Januari 2016 perihal Pendapat Hukum Mengenai Rencana Kerja Sama Antara Perum Perumnas dan Pemprov. Sumsel antara lain dinyatakan bahwa pelaksanaan kerja sama harus memperhatikan hak atas tanah yang dikerjasamakan, termasuk tapi tidak terbatas pada alas hak atas tanah dan prosedur pengalihannya. Namun kenyataannya permasalahan alas hak menjadi hambatan yang mengakibatkan sertifikat HPL belum diterbitkan oleh BPN. Namun dalam klausul kontrak tidak dinyatakan secara rinci batas waktu penyelesaian pengurusan HPL yang harus dipenuhi oleh Pemprov. Sumatera Selatan.
Keempat, Studi Kelayakan yang Tidak Memadai
Berdasarkan RKAP 2016, keputusan pembangunan Rusun Jakabaring lebih disebabkan adanya harapan penugasan pemerintah untuk mendukung pelaksanaan Asian Games Tahun 2018 dan penyediaan hunian bagi MBR. Pihak Perum Perumnas menjelaskan bahwa risiko penjualan telah dialihkan ke Pemprov. Sumatera Selatan.
Hal ini mengakibatkan keputusan pembangunan Rusun Jakabaring tidak didukung dengan analisa kelayakan yang memadai. Analisa kelayakan Perum Perumnas berupa dokumen Pra Feasibility Study (Pra FS) yang dibuat pada tahun 2016. Pra FS tersebut mengalami perubahan sebanyak empat kali, dengan Pra FS terakhir dibuat pada bulan Oktober 2017.
Dokumen Pra FS antara lain memuat asumsi finansial, analisa SWOT, dan kompetitor sekitar. Dalam dokumen Pra FS tidak dilakukan analisa potensi serapan pasar atau identifikasi risiko penjualan. Dalam analisa SWOT sebenarnya telah dinyatakan bahwa lokasi pengembangan Rusun Jakabaring masih relatif sepi yang belum ada aktivitas reguler dan fasilitas yang cukup kuat sebagai generator, relatif jauh dari pusat kota dibandingkan dengan kompetitor, dan di sekitar lokasi masih terdapat lahan yang masih cukup banyak untuk landed houses.
[emka]