(KLIKANGGARAN) – Nama ekonom senior Prof. Sumitro Djojohadikusumo kembali mencuat setelah gagasannya soal Sumitronomics dihidupkan kembali dalam arah pembangunan nasional era Presiden Prabowo Subianto.
Konsep ini berakar pada nasionalisme ekonomi, industrialisasi, dan proteksi kepentingan dalam negeri. Kini, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menjadi sosok yang dipercaya menggerakkan visi itu lewat kebijakan fiskalnya.
Purbaya bahkan terang-terangan menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen. Ambisi besar ini membuat langkahnya sering dilabeli “koboi” – cepat, berani, dan tidak selalu mengikuti jalur konvensional.
Namun, gaya koboi ini juga menimbulkan dilema. Apakah strategi tersebut cukup tangguh menghadapi ketidakpastian global? Pertanyaan itu muncul bersamaan dengan paparan APBN 2026 yang disampaikan Purbaya di rapat paripurna DPR RI, Selasa 23 September 2025.
Purbaya: Tiga Pilar Sumitronomics
Dalam forum DPR, Purbaya menegaskan mesin pertumbuhan harus digerakkan secara kolektif.
“Untuk jadi negara maju strategi pembangunan Indonesia berbasis pada Sumitronomics yang berbasiskan 3 pilar utama yakni pertumbuhan ekonomi tinggi, pemerataan pembangunan dan stabilitas nasional yang dinamis,” ujar Purbaya.
APBN ditempatkan sebagai katalis bagi sektor swasta, dengan prioritas di pertanian, manufaktur, industri padat karya, dan pariwisata – sektor yang diyakini mampu membuka lapangan kerja luas sekaligus memperkuat daya tahan ekonomi.
Selain itu, pemerintah mempertegas peran Danantara sebagai motor investasi strategis.
"Danantara diperkuat perannya untuk akselerasi investasi di sektor-sektor produktif dan bernilai tambah tinggi dan memperkuat posisi Indonesia di global value chain," ungkap Purbaya.
Langkah Koboi: Likuiditas dan Deregulasi
Julukan “koboi” mengemuka salah satunya karena kebijakan berani Purbaya mengalihkan Rp200 triliun dana pemerintah dari Bank Indonesia ke Himbara. Tujuannya memperbesar likuiditas agar penyaluran kredit meningkat, konsumsi naik, dan investasi bergerak.