(KLIKANGGARAN) – Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyoroti kondisi bisnis waralaba di Indonesia. Ia menyebut jumlah waralaba lokal sebenarnya lebih banyak dibandingkan merek asing, namun popularitasnya masih kalah gaung.
"Kalau menurut data yang terdaftar, (bisnis waralaba lokal) lebih banyak, masih banyak waralaba lokal dibanding waralaba asing," kata Budi dalam acara Opening Ceremony the 24th International Franchise, Licence, and Business Concept Expo and Conference (IFRA) 2025 di Jakarta, Jumat 29 Agustus 2025.
"Tapi mungkin, ya kadang-kadang kalau saat berbicara tentang kewirausahaan, waralaba asing itu lebih ramai," imbuhnya.
Budi menilai waralaba bisa menjadi salah satu jalan untuk mendorong lahirnya wirausahawan baru. Saat ini, rasio kewirausahaan Indonesia baru 3,1 persen, jauh tertinggal dari negara maju yang rata-rata 10–12 persen.
Menurutnya, bisnis waralaba memberi kemudahan karena sistem manajemen dan operasionalnya sudah jelas, sehingga cocok untuk pelaku usaha pemula.
"Ya persyaratan untuk menjadi waralaba atau mewaralabakan produknya pun juga tetap. Artinya Bapak-Ibu tidak perlu ragu-ragu bagi teman-teman entrepreneur muda yang ingin berusaha. Dan costnya sebenarnya malah lebih murah," ujarnya.
Pemerintah, kata Budi, juga tengah mendorong ekspansi merek lokal ke luar negeri melalui kolaborasi lintas kementerian, termasuk Kemendag, BUMN, Pariwisata, UMKM, hingga Ekonomi Kreatif. Tujuannya agar kuliner dan produk khas Indonesia makin dikenal mancanegara.
Sejumlah waralaba lokal bahkan telah menembus pasar Filipina dan Bangladesh. Pemerintah membuka peluang bagi pelaku waralaba memanfaatkan kantor perwakilan dagang Indonesia di luar negeri.
Selain itu, program business matching yang berjalan sejak Januari 2025 berhasil mencatat transaksi signifikan.
"Program ini berjalan sudah mulai Januari dan Januari-Juni semester pertama, transaksinya sudah US$90,04 juta, jadi sudah Rp1,4 triliun. Dan itu adalah UMKM kita yang rata-rata atau 70 persen itu belum pernah ekspor," ungkapnya.**