politik

Arteria Dahlan: Kampanye pada Putaran Dua, KPU Jangan Membuat Akrobat Politik

Selasa, 7 Maret 2017 | 03:58 WIB
images_berita_Jan17_TIM-Pilkada2

Jakarta, Klikanggaran.com (7/3/2017) – Terkait Pilkada putaran kedua, berikut masa kampanye yang telah ditetapkan oleh KPU DKI Jakarta, anggota Komisi II DPR RI, Arteria Dahlan, memberikan komentar dan ulasannya. Arteria juga mempertanyakan, apa dasar hukum dan urgensi dari keputusan tersebut.

“Apakah fair membuat norma baru di tengah jalan yang jauh dari praktek sebelumnya? Kalau tidak bisa dijelaskan secara logis, namanya KPU DKI berbuat sewenang-wenang, buat masalah baru. KPU Pusat seharusnya turun tangan melihat keadaan seperti ini. Apalagi ini bukan wilayah diskresi. Ini lebih pada urusan menjalankan aturan saja. Saya minta juga DKPP turun tangan, dan pasangan calon sebaiknya pidanakan saja mereka, baik pidana umum maupun pidana Pilkada. Kan, normanya jelas, dengan UU Pilkada yang baru ini, semua pihak, termasuk penyelenggara, tidak bisa main-main lagi. Kami yakinkan dalam norma, bahwa tidak ada kekhilafan, yang ada pastinya kesengajaan. Karena ini urusan politik dan perebutan kekuasaan. Penyelenggara sudah diberi kewenangan, ada bimbingan teknis, dan diberi gaji maupun honor serta tunjangan. Jadi dari sejak awal tidak mungkin khilaf,” kata Arteria dalam keterangan tertulisnya pada Klikanggaran.com di Jakarta, Selasa (7/3/2017).

Selanjutnya, demikian disampaikan oleh Arteria Dahlan melalui keterangan tertulisnya:

Secara yuridis Pasal 36 ayat (3), itu normanya jelas, yakni "kampanye dalam bentuk penajaman visi dan misi", lalu di SK 41 diterangkan bahwa instrumennya adalah kampanye dalam bentuk debat, sama seperti Pilkada-Pilkada DKI tahun 2012. Ini aturan main yang berlaku dan dipahami oleh seluruh Paslon, Tim Kampanye, dan Parpol pengusung.

Tapi, sekarang KPU DKI melakukan akrobat politik. Kampanye penajaman visi misi saat ini bisa dilakukan dalam bentuk lain, tidak hanya sebatas pada metoda debat. Berbeda dengan Pilkada terdahulu. Harusnya KPU DKI menyadari hal itu, tidak boleh mengambil kebijakan yang sesat terkait pelaksanaan kampanye putaran kedua. Kan jelas di PKPU no 6 tahun 2016, yang hanya mengatur penajaman visi misi dan program pasangan calon. Instrumennya pun juga jelas, yang namanya penajaman tidak perlu aktivitas kampanye yang massive, cukup melalui debat publik seperti periode lalu, yang dilangsungkan selama 3 hari. Dan, paslon cukup cuti pada saat aktivitas kampanye penajaman visi misi dalam debat tersebut. Clear and crystal clear!

Dari aspek fairness, sangat tidak patut aturan dibuat di saat sudah ada aturan main. Atau, setidaknya acuan dalam aturan terdahulu. Kalau ada aturan baru harusnya dari sejak awal diperkenalkan. Setidaknya paslon tahu sejak dia mendaftar atau sejak dia ditetapkan sebagai paslon, atau paling tidak sebelum diketahui paslon mana yang bakal bertarung di putaran kedua. Sehingga, bagi peserta akan fair, akan menjadi konskewensi bagi siapapun yang akan masuk ke putaran kedua. Jangan disalahkan kalau ada persepsi publik yang mengatakan aturan kampanye putaran II yang dibuat KPU DKI ini akal-akalan, berpihak, dan hanya untuk menjegal Ahok. Atau, setidaknya membuat Ahok-Djarot kembali cuti dikarenakan alasan akan ada masa kampanye putaran kedua.

Kemudian, berkenaan dengan azas maupun prinsip Pilkada. Apa urgensinya dibuat regulasi seperti ini? Apa target yang hendak dicapai? KPU ini paham karakter Pemilu ga, sih? Mereka katakan kampanye putaran kedua untuk melakukan penajaman visi misi, tapi metode kampanye yang digunakan hanya 1 debat publik dan tidak boleh lagi pemasangan alat peraga, kampanye terbuka, dan rapat umum. Lalu, pertanyaannya, apa dengan metode pertemuan terbatas itu dalam periode tanggal 7 April sampai dengan 15 April ini akan efektif? Apakah waktu satu minggu akan efektif untuk menyapa masyarakat DKI di 43 kecamatan dan ratusan kelurahan? Saya coba membagi waktu kampanye putaran kedua dengan banyaknya titik yang berbasis kecamatan. Dengan orientasi titik kerja di kelurahan-kelurahan saja, ini imposible untuk dikerjakan. Saya pastikan, ini adalah kebijakan bodoh, tidak masuk logika akal sehat, dan tidak tepat sasaran. Kalau mau dipaksakan ada kampanye, ya yang paling efektif untuk warga Jakarta itu adalah debat publik atau kampanye yang disiarkan di TV. Toh, nanti bisa diputar ulang di TV, radio, youtube dan lain-lain.

Ini sudah berdasarkan hasil kajian oleh KPU periode lalu, bahwa metode kampanye putaran kedua, yang hanya untuk penajaman visi misi itu, yang paling tepat sasaran adalah melalui debat. Oleh karenanya, dalam periode lalu hanya dilakukan debat, dan itu 3 hari. Nah, paslon incumbent cukup cuti di hari debat, hanya pada saat waktu debat saja, tidak perlu cuti full seperti putaran pertama. Ini lebih logis. Tapi, kalau melihat aturan yang dibuat KPU, justru terkesan KPU DKI ini membuat aturan baru yang berbeda jauh dengan aturan terdahulu. Tanpa dasar, tanpa sosialisasi, aturan yang tidak perlu dan justru membuat masalah baru dan sangkaan publik, bahwa kebijakan KPU tersebut justru bertendensi merugikan salah satu paslon, bahkan instrumen untuk menjadikan Ahok-Djarot harus cuti.

Sebenarnya sederhana saja. Aturan kampanye putaran kedua yang baru dibuat KPU DKI itu memang sudah dari awal akan dibuat seperti ini, atau justeru baru terpikirkan kemudian?

Kalau mau jujur, KPU DKI harusnya akui, ini baru terpikirkan kemudian, kreatifitas yang kebablasan? Ini kan kesewenang-wenangan mengatasnamakan hukum? Kan, bisa kita lihat dari postur anggarannya. Saya yakin, kemarin KPU DKI mengkonstruksikan kampanye penajaman visi misi itu sama dengan periode 5 tahun lalu, yakni dengan 3x debat publik, dan hanya memakan waktu 3 hari. Bukan seperti sekarang ini, selama sebulan 1 minggu. Ini tidak mereka rencanakan dalam anggaran untuk putaran kedua. Kita minta penegak hukum untuk jeli mencermati fakta ini. Ini bisa dikatakan korupsi.

Saya minta KPU DKI juga harus tunduk UU. Seketika PKPU itu ditetapkan, sejatinya KPU juga harus taat pada aturan main yang dibuatnya. Jangan buat akrobat hukum, akrobat kebijakan. Jangan buat aturan yang sejatinya tidak perlu. Lebih baik KPU DKI fokus dan menghabiskan energinya pada pembenahan manajemen pemungutan suara. Pastikan data dan daftar pemilih sudah dimutakhirkan, jangan ada lagi pemilih yang berhak, tetapi tidak bisa memilih. Pastikan logistik Pemilu cukup, dan benahi SDM di TPS, baik KPPS maupun PPS. Sehingga Pilkadanya bermartabat, bukan biadab seperti kemarin.

Saya telah inisiasi untuk panggil KPU Pusat, Bawaslu, dan khususnya KPU-KPU bermasalah dalam Pilkada serentak 2017 ini. Semoga dapat diagendakan segera saat buka sidang pertengahan bulan nanti.

 

Terkini