Lubuklinggau,Klikanggaran.com - Diketahui, PT Buraq Nur Syariah, dilaporkan oleh dua konsumen ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Lubuklinggau atas adanya pemotongan refund (transaksi yang dibatalkan) boking fee sebesar 15%. Pemotongan tersebut dianggap konsumen memberatkan mereka sehingga mengambil langkah melaporkan ke BPSK.
Sebelumnya, untuk diketahui, konsumen tersebut menuturkan dirinya merasa keberatan karena dana pengembalian atas pembatalan boking fee untuk mengambil perumahan di PT Buraq, terdapat pemotongan sebesar15% dari jumlah dana yang telah dibayarkan.
"Saya setor boking fee itu Rp10 juta, setelah saya melakukan pembatalan, hanya dikembalikan Rp8,5 juta. Ya saya merasa keberatan, karena di saat Covid seperti ini sangat membutuhkan sekali uang, lumayan juga Rp1,5 juta itu," ujar salah satu konsumen tersebut pada Klikanggaran.com, beberapa waktu lalu.
Dengan adanya pemotongan sebesar 15% tersebut, konsumen tersebut melaporkan ke BPSK Kota Lubuklinggau.
Mengenai hal tersebut, BPSK Kota Lubuklinggau memfasilitasi penyelesaian perkara sengketa konsumen terhadap dua orang pelapor/konsumen atas nama Andxx dengan register laporan nomor: 50/Lpk/BPSK-Llg/VIII/2020, dan satunya lagi atas nama Sarmxxxx dengan register laporan nomor: 56/Lpk/BPSK-Llg/VIII/2020, yang melawan pihak terlapor yakni Pelaku Usaha PT Buraq Nur Syariah selaku pengembang perumahan di Kelurahan Lubuk Kupang, Kota Lubuklinggau.
Adapun pra sidang klarifikasi tersebut dihadiri oleh empat orang mewakili PT Buraq yang terdiri dari unsur Manager, Customer Service Officer dan Divisi Marketing, dan dua konsumen.
"Bahwa setelah dibuka pra sidang dan dilanjutkan dengan diberikannya waktu ruang klarifikasi berupa tanggapan dan/atau jawaban dari pihak pelaku usaha atas pokok perkara yang dilaporkan oleh para konsumen," ujar Ketua BPSK, Nurusulhi Nawawi (Nun) di ruang sidang BPSK, Lantai II Kantor Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Lubuklinggau, Kamis (27-8).
Dikatakan Nun, Majelis BPSK menyandingkan ketentuan hukum yang termaktub dalam UU Nomor 08 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pun UU Nomor 01 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman, Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Pemukiman, dan Peraturan Menteri PUPR Nomor 11/PRT/M/2019 tentang Sistem PPJB Rumah.
"Bahwa setidak-tidaknya telah terdapat empat ketentuan hukum dan perundang-undangan yang terindikasi telah dilanggar, untuk kemudian wajib dipedomani dan dilaksanakan oleh pelaku usaha pengembang perumahan, khususnya dalam hal merumuskan dan menerapkan klausul-klausul perjanjian kredit yang berparadigma hukum. Sehingga dapat berlaku setara dan benar-benar menegakkan prinsip-prinsip keadilan dalam pelaksanaan hak serta kewajiban, diantara pelaku jsaha dengan konsumen," tuturnya,
Lebih lanjut Nun menuturkan, pemilihan cara penyelesaian sengketa, dimana para pihak wajib memilih salah satu dari tiga metode penyelesaian perkara secara tidak berjenjang, yakni secara konsiliasi, mediasi, dan peradilan arbitrase.
"Para konsumen memilih metode penyelesaian secara mediasi, dan atas pilihan kedua konsumen, pihak pelaku usaha sangat mendukung dan memberikan persetujuan, kemudian secara resmi mengetukkan palu tanda dibukanya forum mediasi fasilitasi penyelesaian perkara sengketa konsumen," kata Nun selaku Ketua Majelis Persidangan tersebut.
Ketua Majelis Persidangan Mediasi telah menetapkan Majelis Konsumen, Lendri Alpikar, S.Pd dan Sdr. Sehabudin Abdul Aziz, guna mendampingi Konsumen, sedangkan Majelis Pelaku Usaha, Hairullah, SH dan Alpiansyah Hasan, S.Pd mendampingi Pelaku Usaha.
"Bahwa dari hasil Permusyawaratan Mediasi telah terdapat kesepakatan penting berkaitan dengan Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Para Pihak yang telah dicatat oleh Panitera, Sdri. Intan Mawarni, S.Ap," imbuhnya.
Lanjut dikatakan Nun, hal itu akan adanya sebuah kepastian hukum, bahwa konsumen tidak dirugikan dan martabat pelaku usaha tetap terjaga dengan baik.