Jakarta, Klikanggaran.com – Beredar informasi, Komisi VII DPR RI telah mengagendakan rapat kerja pengambilan keputusan Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batubara (RUU Minerba) pada Senin (11/05/2020).
Menyusul informasi tersebut, DR. Ir. Simon Sembiring, mantan Dirjen Minerba KESDM yang termasuk perancang UU Minerba No. 4 Tahun 2009, memberikan beberapa catatan penting dalam draft RUU Minerba. Berikut cacatan tersebut:
Simak! Catatan Penting dalam Draft RUU Minerba Bagian 1
Catatan Penting dalam Draft RUU Minerba Bagian 2
Catatan Penting dalam Draft RUU Minerba Bagian 3
11. Pasal Tambahan pada Bab Peralihan berupa Pasal 169A ayat (2) tentang luasan…. dan Ayat (3) tentang BMN.
Catatan:
Pasal ini hanya untuk mengakomodir luasan PKP2B untuk menjadi IUPK luasannya bisa ditentukan oleh Menteri berdasarkan subjektifitas pertimbangan Menteri. Hal ini bertentangan sendiri dengan Pasal 83. Menteri diberi kewenangan untuk menyalahi Pasal 83. Hal ini sangat inkonsisten, demi meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mengutamakan BUMN bagi wilayah- wilayah Pencadangan negara. Demikian juga PKP2B Generasi 1 di mana semua asetnya menjadi milik negara dapat dimanfaatkan sesuai ketentuan peraturan perundangan. Hal ini membuka peluang untuk “disalahgunakan”.
Selama Pasal 169, Pasal 170, Pasal 171 dan 172 masih berlaku…. maka tambahan Pasal-Pasal Peralihan ini akan bertentangan dengan Pasal Peralihan pada UU Minerba No4/2009.
“Ini merupakan catatan-catatan yang saya telaah dalam waktu yang sangat singkat dan cepat,” tulis DR. Ir. Simon Sembiring dalam keterangannya.
Adapun kesimpulan dari catatan-catatan yang telah dismapaikan tersebut adalah sebagai berikut:
1. RUU Minerba ini sangat kontradiksi antara konsiderannya, serta dalam batang tubuh tidak konsisten satu sama lain.
2. Pengertian Pengolahan dan Pemurnian serta Pengembangan dan/atau Pemanfaatan adalah merupakan suatu upaya yang tidak berdasarkan ilmiah, akan tetapi hanya merupakan upaya untuk “kembali”kepada UU No11/67 yang masih berorientasi “jual tanah air” dan sangat feodalis sebagai peninggalan kolonialisme.