Untuk itu, lanjutnya, memperhatikan kegaduhan belakangan ini, maka diharapkan sekali PBNU segera mengambil tindakan untuk melakukan investigasi dan penjernihan serta penyelesaian dengan baik terhadap penampilan itu.
“Sehingga bisa menenangkan kehidupan warga NU dan umat Islam. Ingat bahwa penampilan ini sudah mengusik dan menimbulkan fitnah,” pungkasnya.
Untuk diketahui, Pusi ‘Jumat Agung’ memang bukan barang baru. Konon, sudah sejak tahun 2015, dan dibaca setiap tahun. Namun, tidak pernah diributkan. Akan tetapi, tampilan dalam pembacaannya justru menjadi polemik dan 'menggugah’ perasaan kiai-kiai NU.
Seperti yang diunggah akun youtube @Willy Prince. Sabtu, 11 Apr 2020. Willy memasang video itu di laman youtubenya. Sampai Minggu (12-4) masih dilihat beberapa orang, 29 x ditonton. Tetapi, potongan video itu sudah menyebar luas di media sosial warga NU. Komentar pun berdatangan. Baik yang mendukung mau pun yang prihatin betapa NU sudah ‘dijual’ murah.
[video width="436" height="240" mp4="https://assets.promediateknologi.com/crop/0x0:0x0/750x500/photo/klikanggaran/2020/04/VID-20200414-WA0056.mp4"][/video]
Berikut Puisi ‘Jumat Agung’ Karya Ulil Abshar Abdalla:
Ia yang rebah,
di pangkuan perawan suci,
bangkit setelah tiga hari, melawan mati.
Ia yang lemah,
menghidupkan harapan yang nyaris punah.
Ia yang maha lemah,
jasadnya menanggungkan derita kita.
Ia yang maha lemah,
deritanya menaklukkan raja-raja dunia.
Ia yang jatuh cinta pada pagi,
setelah dirajam nyeri.
Ia yang tengadah ke langit suci,
terbalut kain merah kirmizi: Cintailah aku!
Mereka bertengkar
tentang siapa yang mati di palang kayu.
Aku tak tertarik pada debat ahli teologi.
Darah yang mengucur itu lebih menyentuhku.
Saat aku jumawa dengan imanku,
tubuh nyeri yang tergeletak di kayu itu,
terus mengingatkanku:
Bahkan, Ia pun menderita, bersama yang nista.
Muhammadku, Yesusmu, Krisnamu, Buddhamu, Konfuciusmu,
mereka semua guru-guruku,
yang mengajarku tentang keluasan dunia, dan cinta.
Penyakitmu, wahai kaum beriman:
Kalian mudah puas diri, pongah,
jumawa, bagai burung merak.
Kalian gemar menghakimi!
Tubuh yang mengucur darah di kayu itu,
bukan burung merak.
Ia mengajar kita, tentang cinta,
untuk mereka yang disesatkan dan dinista.
Penderitaan kadang mengajarmu
tentang iman yang rendah hati.
Huruf-huruf dalam kitab suci,
kerap membuatmu merasa paling suci.
Ya, Yesusmu adalah juga Yesusku.
Ia telah menebusku dari iman,
yang jumawa dan tinggi hati.
Ia membuatku cinta pada yang dinista!