Jakarta, Klikanggaran.com (5/8/2017) - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak penetapan upah padat karya di 4 daerah, yaitu Kabupaten Purwakata, Kabupaten Bogor, Kota Depok, dan Kota Bekasi. Penentuan upah itu dinilainya di bawah nilai upah minimum kabupaten kota (UMK).
Pengusaha industri padat karya menyatakan bahwa UMK yang sekarang ini berlaku adalah sangat tinggi. Sehingga perlu diberlakukan upah minimum industri padat karya. Alasan tersebut menurutnya adalah mengada-ada, dan melanggar konstitusi.
Lebih lanjut Said Iqbal menilai, upah minimum adalah upah terendah yang diterima buruh yang memiliki masa kerja kurang dari 1 tahun dan berfungsi sebagai jaring pengaman agar buruh tidak jatuh menjadi absolut miskin. Padahal pemerintah sudah menetapkan UMK yang berlaku untuk seluruh pekerja. Jika upah padat karya diberlakukan, itu menurutnya berarti pemerintah telah melanggar keputusannya sendiri. Ibarat peribahasa, menjilat ludahnya sendiri.
Oleh karena itu, Said Iqbal merasa heran dan menyesalkan sikap Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mengintervensi kebijakan upah minimum dengan memimpin rapat yang dihadiri Menteri Ketenagakerjaan, Gubernur Jawa Barat, dan lembaga lainnya, untuk membahas UMK padat karya yang nilainya di bawah upah minimum.
"Ini menunjukkan pemerintah sangat pro pasar dan kapitalis, serta hanya melindungi kepentingan pengusaha tanpa memperhatikan kepentingan buruh dan peningkatan kesejahteraan. Padahal kondisi buruh sekarang ini sangat terpuruk daya belinya. Ini dibuktikan dengan tutupnya perusahaan di industri ritel, keramik, pertambangan, dan garmen," tutur Presiden KSPI, Said Iqbal, di Jakarta, Sabtu (5/8/2017).
Menurut Said Iqbal, penutupan perusahaan tersebut bukan karena persoalan upah minimum, tetapi lebih karena lesunya perekonomian nasional dan menurunnya daya beli. Kalau upah minimum padat karya makin murah, maka daya beli makin menurun lagi. Konsumsi juga akan ikut menurun.
Tercium sekali olehnya “bau sangit” kepentingan pengusaha industri padat karya. Pemeritah, menurutnya telah tunduk pada pemilik modal tanpa memperhatikan kesejahteraan buruh. Bahkan, ikut menakuti-nakuti buruh dengan akan adanya PHK besar-besaran jika upah minimum padat karya tidak diberlakukan.
"Hal itu hanya alasan klise yang sudah usang, dan seperti kaset rusak yang diputar berulang-ulang," tuturnya.
Oleh karena itu, KSPI akan mengajukan gugatan terhadap Gubernur Jawa Barat yang sudah menerbitkan SK upah padat karya. Selain itu, KSPI akan berkampanye di dunia internasional, bahwa pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan upah murah yang bertentangan dengan konstitusi d dan Konvensi ILO yang sudah diratifikasi pemeritah Indonesia.
Dan, KSPI juga akan melakukan aksi besar-besaran pada tanggal 8 Agustus 2017 di 20 Provinsi. Di Jakarta sendiri, aksi akan dimulai dari kantor Wakil Presiden RI, Kementerian ESDM, kemudian dipusatkan di Istana Negara. Sementara di Provinsi yang lain, aksi akan dilakukan di kantor Gubernur masing-masing daerah.
Selain menolak upah padat karya, berikut tuntutan dalam aksi 8 8 17 yang akan dilakukan oleh KSPI:
1. Menolak penurunan nilai pendapatan tidak kena pajak (PTKP) yang akan diberlakukan Menteri Keuangan, karena akan membuat daya beli buruh makin anjlok serta bertolakbelakang dengan spirit tax amnesty.
2. Darurat PHK bukan darurat ormas. Buruh menolak Perppu Ormas yang menciderai demokrasi, di saat yang bersamaan PHK puluhan ribu buruh ritel, garmen, keramik, dan pertambangan terus berlanjut.
3. Menolak kebijakan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang membuat kebijakan nilai upah industri padat karya di bawah nilai upah minimum. Dan, cabut SK Gubernur Jawa Barat yang memberlakukan hal tersebut di 4 kabupaten/kota, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bogor, Kota Depok, dan Kota Bekasi.