Kepada yang Terhormat Bapak Stephen Cotton, ITF House

photo author
- Senin, 18 September 2017 | 01:05 WIB
images_berita_Sept17_TIM-Pelaut
images_berita_Sept17_TIM-Pelaut

Sekedar gambaran mengenai latar belakang keuangan dan harta kekayaan organisasi KPI yang kami, Pelaut Senior, perhitungkan sejak tahun 1999, adalah sebagai berikut :

1.  Jumlah pelaut anggota KPI yang bekerja di kapal-kapal asing yang beroperasi di luar negeri berdasarkan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) atau Collective Bargaining Agreement (CBA) yang dibuat dan ditandatangani oleh perusahaan angkutan laut dan / atau pemilik dan / atau operator kapal dengan serikat pekerja pelaut (KPI) dan diketahui oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla), sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 84 Tahun 2013 tentang Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal, pada saat tahun 1999 bejumlah lebih dari 20.000 pelaut;

2.  Gaji pokok pelaut pemula di tahun 1999 rata-rata US$ 400 perbulan, oleh salah satu ketentuan dalam KKB / CBA yang menuangkan satu pasal perihal Kontribusi yang wajib disetorkan oleh pihak perusahaan kepada organisasi KPI, adalah 4% dari gaji pokok tersebut. Kewajiban setor kontribusi pihak perusahaan kepada organisasi KPI tanpa memotong gaji pelaut, oleh karena adanya alasan untuk digunakan bagi kegiatan sosial dan peningkatan kesejahteraan pelaut anggota dan keluarganya;

3.  Jika dihitung secara mentah dan simpel :

a).   Kontribusi 4% dari gaji pokok US$ 400 = US$ 16 perseorang pelaut

b).   Jumlah pelaut 20.000 X US$ 16 = US$ 320.000 kontribusi diterima perbulan

c).   Untuk perhitungan setahun US$ 32.000 X 12 bulan = US$ 3.840.000 pertahun

d)    Diperhitungkan 16 tahun dari tahun 2001 sampai ke tahun 2017, maka US$ 3.840.000 X 16 = US$ 61.440.000 kontribusi masuk untuk 16 tahun

e)    Jika kurs 1 US$ setara Rp. 13.000,- maka US$ 61.440.000 X Rp. 13.000,- =  Rp. 798.720.000.000,- selama 16 tahun.

Jumlah keuangan dan harta kekayaan organisasi KPI yang baru dihasilkan dari setoran kontribusi pihak perusahaan ke organisasi KPI selama 16 tahun saja hampir mencapai jumlah Rp 800 milyar, adalah penerimaan bersih organisasi KPI setelah dipotong biaya operasional dan upah karyawan, termasuk honor bagi PP KPI selama 16 tahun. Jumlah yang begitu besar dan yang merupakan aset organisasi KPI yang terkaya dibandingkan dengan organisasi serikat pekerja lainnya yang ada di Indonesia. Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh, pada kenyataannya kewajiban PP KPI untuk bertanggung jawab dalam penggunaan dan pengelolaan keuangan dan harta kekayaan yang menjadi aset organisasi KPI sebagaimana dimaksud oleh Pasal 34 ayat (1) tidak pernah ada, sehingga terjadilah pelanggaran terhadap UU No. 21 Tahun 2000 yang mendasar.

Sekiranya ITF berkenan menaruh perhatian yang sungguh-sungguh atas tidak adanya pertanggungjawaban PP KPI sejak tahun 2001 sampai tahun 2017, perihal penggunaan keuangan dan harta kekayaan organiasi KPI. Maka ITF lebih dulu harus mencabut pengakuan hasil Kongres VII KPI tahun 2009 sekaligus mencabut sahnya PP KPI periode 2009-2014, karena jelas tidak pernah ada pemilihan PP KPI pengganti periode 2004-2009 dalam Kongres VII KPI tersebut akibat terjadi dead lock. Kemudian merekomendasikan agar  organisasi KPI segera menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) KPI. Sebab di forum KLB KPI akan didapat laporan pertanggungjawaban PP KPI selama 16 tahun itu.

Adalah benar jika Pasal 4 ayat (2) huruf d. UU No. 21 Tahun 2000 yang menyebutkan bahwa untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) serikat pekerja / serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja / serikat buruh mempunyai fungsi sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya. Akan tetapi tidaklah benar jika organisasi KPI sejak Munaslub KPI tahun 2001 hal AD / ART. Sekali lagi kami menerangkan, jika pada realitanya selalu terselip isinya yang bermuatan rekayasa. Sehingga sifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab sebagaimana diamanatkan Pasal 3 UU No. 21 Tahun 2000 tidak pernah terjadi di organisasi serikat pekerjanya pelaut Indonesia, yakni KPI ini.

Demikian ini surat keterangan kami dari komunitas Pelaut Senior yang sangatlah mengharapkan ITF memperhatikan secara sungguh-sungguh eksistensi organisasi KPI. Sebab tanpa organisasi KPI dibenahi melalui KLB, mustahil hak-hak dasar Pelaut Indonesia yang diatur dalam MLC 2006 yang sudah diratifikasi ke dalam UU No. 15 Tahun 2016 dan disahkan oleh Pemerintah Indonesia pada 6 Oktober 2016 akan bisa berjalan sesuai yang ditentukan MLC 2006. Dan, jika tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya, tentunya nasib Pelaut Indonesia dalam kehidupan berorganisasi serikatnya di KPI akan tetap berjalan di tempat di tengah kompetisi global yang semakin menguat. Sehingga ITF lebih menitikberatkan atas perilaku organisasi KPI yang dikuasai oleh PP KPI selama 16 tahun, tentunya harus ikut bertanggung jawab.

Atas perhatian dan perkenan ITF, kami ucapkan terima kasih. Salam dan hormat kami, atas nama dan mewakili komunitas Pelaut Senior.

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Kit Rose

Tags

Rekomendasi

Terkini

X