Jakarta, Klikanggaran.com (19/9/2017) - Telkom merupakan perusahaan go publik yang sangat seksi di kalangan pelaku bisnis dan pasar saham. Bahkan tergolong dalam saham blue chip di bursa saham Indonesia dan bursa saham New York. Hal ini karena perusahaan raksasa telekomunikasi Indonesia ini memiliki market yang besar, dengan jumlah pelanggan mencapai 17 juta. Angka ini akan terus berkembang seiring dengan makin terbukanya pasar tehnologi informasi. Dan, bonus demografi jumlah penduduk menempati peringkat keempat dunia dengan jumlah penduduk 258.316.051 (CIA World Factbook Tahun 2016).
Pasar Indonesia telah menjadi prospek bisnis yang menjanjikan baik untuk kerja sama investasi maupun dalam teknologi informasi. Kejadian terganggunya satelit Telkom 1 menjadi satu catatan tersendiri bagi pelaku pasar keuangan, pasar saham, dan publik. Bagi sejumlah kalangan, pengakuan Telkom yang berubah-ubah dan cenderung tidak konsisten atas pernyataan tersebut menjadi perhatian khusus bagi pelaku pasar. Beberapa kali direksi Telkom memberikan pernyataan yang cenderung manipulatif dan terkesan melakukan kebohongan publik.
KEBOHONGAN PERTAMA
Satelit produksi Lockheed Martin yang mulanya menjadi alasan Telkom diduga untuk menutupi perihal yang sebenarnya telah terjadi di tubuh raksasa Telekomunikasi Indonesia ini. Telkom terus mempersalahkan bahwa kekacauan yang menimbulkan matinya ribuan ATM dan sejumlah kantor kas BCA, Mandiri, BNI, BRI, adalah dikarenakan terjadinya kerusakan satelit. Hal ini diperparah dengan pernyataan Telkom yang mengatakan bahwa Satelit sudah tidak dapat digunakan kembali karena sudah selesai masa tugasnya hingga tahun 2015 yang lalu. Bahkan sempat terlontar bahwa satelit Telkom 1 A2100A dinyatakan hancur. Tetapi, kemudian pihak Telkom mengatakan satelit Telkom 1 masih dapat dihubungi.
Hal ini menimbulkan spekulasi bagi publik. Sampai saat ini pihak produsen satelit Telkom 1 (Lockheed Martin) belum pernah memberikan pernyataan resmi mengenai klaim PT. Telkom. Klaim PT. Telkom yang menyatakan bahwa masa berlakunya satelit tersebut adalah 15 tahun dirasa masih janggal dengan harga yang tidak murah. Penelusuran Indonesian Club, pihak Lockheed belum pernah memberikan keterangan bahkan mengklarifikasi sebagai bentuk penjelasan atas klaim PT. Telkom. Patut kita ketahui, Lockheed Martin merupakan perusahaan raksasa Amerika yang bukan hanya bergerak di bidang satelit. Melainkan memproduksi senjata, pesawat tempur, peluncur rocket, dan alat-alat pertahanan lainnya. Nama perusahaan ini sangat disegani oleh pelaku pertahanan baik negara maupun perusahaan pertahanan. Kredibilitas mereka saat ini dipertaruhkan dengan tindakan ceroboh para direksi Telkom yang sembarangan mendiskreditkan produk Lockheed Martin dengan mengklaim apa yang terjadi pada satelit produksinya tersebut.
KEBOHONGAN KEDUA
Persoalan billing system yang mencuat beberapa waktu lalu menjadi perhatian publik dengan berbagai asumsi dan intepretasi publik yang berbeda-beda terhadap PT. Telkom. Migrasi data yang dinyatakan oleh jajaran direksi PT. Telkom seolah menyatakan atas kegagalan atau sudah kadaluwarsanya Satelit A2100A yang harganya US$ 191,4 juta. Migrasi data yang mulanya adalah sebesar 1,2 juta pelanggan diduga menjadi sumber malapetaka kematian ribuan ATM dan kantor kas perbankan. Berdasarkan investigasi yang kami lakukan secara mandiri, salah satunya adalah karena masa berlaku software billing system yang sudah habis pada tahun lalu. Kami menemukan bahwa Telkom memiliki anak perusahaan PT. TS atau disebut PT. SCC. Perusahaan ini memiliki 3 anak perushaan, yaitu:
1. SSI (anak perusahaan TS yang bekerja mengimplementasikan lisensi oracle)
2. SP (merupakan perusahaan yang menyediakan sistem integrasi untuk jaringan perusahaan)
3. SMS (perusahaan yang berfokus pada implementasi dan pemeliharaan lisensi SAP)
Ketiga perusahaan inI terspesialisasi pada sistem pengaplikasian atau penggunaan software-software yang digunakan oleh PT. Telkom. Jadi, TS merupakan perusahaan penyedia layanan teknologi informasi terpadu. Seperti halnya pengembangan perangkat lunak dan system integration. Keberhasilan migrasi data lebih dari 4,2 juta pelanggan Telkom beberapa waktu lalu, diduga tak lepas dari peran TS atau PT. SCC ini. Kemudian kami menelusuri lebih dalam bahwa di bawah direktorat IT yang dipimpin ZA dibentuklah sebuah rencana migrasi data pelanggan tersebut dengan bertepatan "masa berlaku yang telah usai dari satelit Telkom 1 produksi Lockheed Martin" (klaim Telkom) dan dugaan masa berlaku software billing system Orange & Sofrecom. Di bawah kepemimpinan AP, divisi Information System Center (ISC) diduga mengkolaborasikan mekanisme billing system ini.
KEBOHONGAN KETIGA
Dugaan macetnya pembayaran billing system yang sudah out of date tentu tak lepas dari sepengetahuan Dirut Telkom, Alex J Sinaga. Tindakan migrasi data yang dilakukan diduga menjadi modus untuk menghindari tanggung jawab dan royalty terhadap Lockheed Martin dan Orange & Sofrecom yang menjadi beban bagi Telkom. Disampaikan beberapa waktu lalu dalam sebuah Pers Rilis oleh Indonesian Club, bahwa tanggung jawab royalty atas software yang digunakan akan mendapatkan sertifikat (Sertificate Lincense), disinyalir belum didapatkan oleh PT. Telkom. Hal ini dapat mengakibatkan dianggapnya penggunaan software Telkom adalah merupakan tindakan ilegal yang telah berlangsung beberapa tahun belakangan ini. Informasi yang Indonesian Club himpun didapatkan, pihak pemerintah Perancis telah mengetahui hal ini. Berbeda dengan perusahaan raksasa Amerika Lockheed Martin yang sangat tertutup. Lockheed Martin nampaknya masih diam dan melihat situasi tertentu. Perancis nampaknya selangkah lebih maju. Informasi yang berhasil kami himpun, mereka telah mempersiapkan segala hal tindakan yang dapat dilakukan untuk melindungi hak dan kewajibannya sebagai mitra puluhan tahun. Alhasil, tak menutup kemungkinan akan terjadinya proses hukum di Arbitrase Internasional bila hal ini terus dibiarkan. Tindakan hukum Perancis akan menjadi titik awal kerobohan saham Telkom. Selanjutnya antisipasi dari pihak Lockheed Martin menjadi pekerjaan rumah Telkom selanjutnya. Hal ini akan sangat disayangkan bila Telkom masih terus menutup-nutupi apa yang sebenarnya terjadi di BUMN raksasa yang kita sayangi ini. Orange, perusahaan BUMN IT raksasa eropa milik Perancis telah bekerjasama dengan PT. Telkom lebih dari 42 tahun lamanya.
KEBOHONGAN KEEMPAT