peristiwa

Pakar Hukum Pers dan KEJ Wina Armada Tegaskan KUHP Tidak Berlaku Untuk Pelaksanaan Kemerdekaan Pers

Sabtu, 10 Desember 2022 | 12:40 WIB
Pakar Hukum Pers dan Kode Etik Jurnalistik, Wina Armadi. (Dok. Istimewa)

Profesi Wartawan Dilindungi Hukum

Tak lupa Wina mengingatkan kembali, dalam Pasal 8 UU Pers sudah sangat jelas diatur, dalam menjalankan tugasnya wartawan dilindungi hukum.

"Dengan begitu KUHP sama sekali tak dapat dan tak boleh atau dilarang menyentuh kegiatan pers," tandas Wina.

Baca Juga: Inilah Profil Tissa Biani, Pacar Dul Jaelani, Dicibir Warganet karena Tertawakan Salah Satu Pasal dalam UU KHP

Seandainya, kelak ada kegiatan pers yang sampai dikenakan pidana melalui pasal-pasal KUHP, di mata Wina berarti itu merupakan kejahatan terhadap pers.

"Itu termasuk kriminalisasi terhadap pers," tuturnya.

Wina berpendapat, pers hanya akan tumbuh sehat dalam lingkungan masyarakat dan bangsa yang demokratis, sedangkan sebagian dari pasal KUHP baru jelas bertentangan dengan alam demokrasi.

Baca Juga: Argentina Vs Belanda, 4-3 Melalui Adu Penalti, Messi Selamat dari Drama Belanda, Melaju ke Semi Final

Wina memberi contoh, ketentuan KUHP mengenai penghinaan terhadap lembaga-lembaga negara, memberi hak kepada negara untuk menghukum orang yang mengkritik penguasa, sedangkan lembaga negara dapat ditafsirkan dari tingkat kepresidenan sampai tingkat kelurahan.

Dalam konteks ini, Wina mengkhawatirkan pelaksanaan pasal-pasal yang terkait penghinaan seperti itu dalam KUHP kelak dapat menimbulkan kerancuan perbedaan antara tafsir kritik dengan penghinaan dan fitnah terhadap penguasa. Hal ini karena dalam praktek kelak yang melaksanakan isi KUHP bukanlah para anggota DPR yang mengesahkan KUHP sata ini, maupun para pejabat pemerintah yang kini berkuasa, tapi aparat hukum yang pasti punya tafsir tersendiri. 

"Ini alarm buat perkembangan demokrasi," ungkapnya.

Baca Juga: Argentina Vs Belanda, 4-3 Melalui Adu Penalti, Messi Selamat dari Drama Belanda, Melaju ke Semi Final

Fatal

Selain itu Wina Armada juga mengecam tetap dimasukannya pasal-pasal hazaai artikelen atau pasal-pasal permusuhan dan kebencian dalam KUHP. Dari sejarahnya, terang Wina, ketentuan ini sengaja diciptakan penjajah Belanda untuk membungkam pergerakan organisasi kemerdekaan Indonesia, dan menempatkan Ratu dalam posisi yang sakral yang tidak boleh dikritik. Kini dalam KUHP malah dipertahankan untuk menegakkan kewibawaan penguasa. Dengan demikian seakan-akan rakyat dihadap-hadapan dengan penguasa. Dalam hal ini ada logika dan filosofi pembuatan KUHP yang sangat keliru.
“Fatal!” tandas Wina.

Mantan penyiar radio dan televisi ini menyatakan keheranannya, kalau berlakunya KUHP ada waktu transisi sampai tiga tahun, kenapa tidak mau mengundurkan sebentar pengesahannya untuk mengadopsi pasal-pasal perlindungan terhadap demokrasi. Dalam hal ini Wina memandang, “Akhirnya yang terjadi bukan legency di bidang perundang-undangan, melainkan bom sosial.”

Halaman:

Tags

Terkini