(KLIKANGGARAN) — Di tengah upaya pemulihan pascabanjir bandang yang melanda Aceh, perdebatan mengenai ketidaksanggupan sejumlah kepala daerah justru muncul dan menyoroti dinamika pemerintahan di wilayah tersebut.
Sebelumnya diberitakan, tiga bupati—Haili Yoga (Aceh Tengah), Mirwan MS (Aceh Selatan), dan Sibral Malasyi (Pidie Jaya)—menyatakan tidak sanggup menangani dampak bencana besar yang melanda wilayah mereka.
Terkini, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menilai langkah para bupati itu merupakan hal wajar, selama disertai data dan kebutuhan yang jelas.
"Kalau kemudian kepala daerah itu menyatakan tidak sanggup, itu kan kemudian ada datanya," ujar Bima pada Minggu, 7 Desember 2025.
"(Hal itu terkait) berapa kebutuhan untuk membangun infrastruktur, berapa juga untuk memulihkan rumah warga, akses, dan lain-lain," lanjutnya.
Menurut Bima, seluruh jajaran pemerintah—mulai dari TNI, Polri, hingga posko-posko lapangan—sudah bekerja maksimal. Ia optimistis kerja bersama ini mampu mempercepat pemulihan.
"TNI Polri all out di lapangan… Jadi sistem ini sudah bekerja," tegasnya.
Gubernur Aceh Mualem: Bupati Cengeng Silakan Mundur
Sikap berbeda datang dari Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau Mualem. Dalam pernyataannya, ia justru menyarankan kepala daerah yang tidak sanggup menangani bencana untuk mengundurkan diri.
"Kalau ada bupati yang cengeng dan menyerah menghadapi musibah ini, silakan mengundurkan diri atau turun dari jabatan," tegasnya pada 5 Desember 2025.
"Kita ganti dengan yang lain, yang siap bekerja untuk rakyat," imbuhnya.
Mualem menggambarkan skala banjir Aceh sebagai bencana luar biasa yang bahkan ia sebut sebagai “tsunami jilid kedua.”
Baca Juga: Selamat!!, Faza/Aisyah Juara Ganda Campuran Guwahati Masters 2025! Dominasi Sejak Awal, Amankan Gelar Super 100
"Kalau tsunami 2004, air hanya datang sekitar 2 jam," jelasnya.
"Tapi bencana banjir kali ini… air menggenangi rumah warga sampai lima hari lebih," sambungnya.