(KLIKANGGARAN) – Majelis Umum PBB pada Jumat, 12 September 2025, menyita perhatian dunia setelah 142 negara mendukung resolusi solusi dua negara bagi Palestina dan Israel.
Resolusi tersebut menekankan peran Otoritas Palestina (PA) untuk memimpin seluruh wilayah Palestina, termasuk pembentukan komite transisi usai gencatan senjata di Gaza.
"Hamas harus mengakhiri kekuasaannya di Gaza dan menyerahkan senjatanya kepada Otoritas Palestina," demikian kutipan deklarasi sejumlah negara di PBB, dilansir Euronews, Sabtu 13 September 2025.
Meski begitu, Israel menolak keras. PM Benjamin Netanyahu menegaskan Tepi Barat tetap dianggap milik Israel, dengan dukungan sekutunya, Amerika Serikat.
Konflik sendiri bermula pada 1947 saat PBB memutuskan pembagian tanah Palestina untuk Yahudi dan Arab. Keputusan yang disetujui komunitas Yahudi, namun ditolak bangsa Arab karena dianggap tidak adil.
Penolakan itu kemudian memicu perang 1948, yang melahirkan tragedi Nakba ketika ratusan ribu warga Palestina terusir.
Perlawanan rakyat kemudian melahirkan Hamas pada akhir 1980-an. Puncak ketegangan terbaru terjadi setelah serangan 7 Oktober 2023 yang menewaskan 1.200 orang di Israel, berujung ofensif besar-besaran ke Gaza.
Menurut data Kemenkes Gaza, hingga 2025 lebih dari 64.000 warga Palestina tewas, mayoritas perempuan dan anak-anak.
Resolusi PBB terbaru pun menegaskan blokade dan serangan Israel menciptakan “bencana kemanusiaan”. Dokumen itu juga menyerukan kehadiran misi internasional untuk melindungi warga sipil.
Sejarah panjang sejak 1947 menunjukkan akar konflik tak lepas dari ketidakadilan awal. Kini, dukungan global lewat resolusi PBB menjadi sinyal makin kuat menuju pengakuan Palestina merdeka.**