KLIKANGGARAN -- Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat (Jabar), pasangan calon nomor urut 02, Cecep Nurul Yakin dan Asep Sopari Al Ayubi dilaporkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh pasangan calon nomor urut 01 dan 03, Iwan Saputra-Dede Muksit Aly dan Ai Diantani-Iip Miftahul.
Paslon Iwan-Dede dan Ai-Iip menyebut ada dugaan kecurangan dan pelanggaran yang dilakukan pihak paslon Cecep-Asep dalam pelaksanaan PSU yang digelar pada Sabtu, 19 April 2025.
Gugatan terhadap paslon Cecep Nurul Yakin-Asep Sopari Al Ayubi ke pihak MK pun dilayangkan oleh paslon nomor urut 03 Ai Diantani-Iip Miftahul Paoz dan paslon nomor urut 01 Iwan Saputra-Dede Muksit Aly.
Juru Bicara Tim Gabungan Ai Diantani-Iip Miftahul Paoz, Aep Syarifudin menuding PSU di Kabupaten Tasikmalaya penuh dengan kecurangan yang dilakukan secara sistematis, terstruktur dan masif.
"Pelaksanaan PSU ini menurut penelitian kami sifatnya sangat bar-bar," ungkap Aaep, dikutip dari RM.id pada Rabu, 23 April 2025.
"Anjloknya perolehan suara pasangan Ai-Iip pada PSU ini bukan diakibatkan karena kader partai pengusung tidak bekerja. Tapi, karena adanya dugaan kecurangan yang terjadi selama tahapan pelaksanaan PSU," sambungnya.
Baca Juga: Siapa Artis Inisial FA yang Ditangkap Polisi karena Dugaan Narkoba?
Selain itu, Calon Bupati (cabup) Tasikmalaya nomor urut 01, Iwan Saputra pun menyebut ada pelanggaran serius dalam pelaksanaan PSU di Kabupaten Tasikmalaya terutama politik uang.
"Praktik politik uang itu melibatkan perangkat desa hingga ke tingkat RT, diduga dilakukan oleh tim pemenangan paslon lain," ungkap Iwan.
"Kita menjadikan landasan hukum penyelenggaraan PSU tentang putusan MK, Nomor 129 terkait calon legislatif (caleg) atau anggota DPRD terpilih dilarang mundur (saat maju menjadi kepala daerah)," lanjutnya.
Baca Juga: Paripurna DPRD Lubuk Linggau, Dengarkan Jawaban Eksekutif Terhadap LKPJ
Iwan juga mengungkapkan adanya kesalahan penulisan pada surat suara yang masih mencantumkan "Pilkada 2025", bukan "PSU 2025", seperti yang seharusnya sesuai amar putusan MK.
"Kalau seperti ini, berarti tidak melaksanakan putusan MK," tegasnya.