Hal tersebut sejalan dengan apa yang terdapat dalam film tersebut bahwa Agus memiliki kekurangan ekonomi yang menyebabkan istrinya, Marni, bunuh diri akibat depresi atas keadaan anaknya yang tidak bisa disembuhkan. Namun faktor ekonomi bukan satu-satunya pemicu.
Kemudian depresi diperkuat pula oleh tokoh Agus yang bisa mengobrol dengan keenam orang yang telah ia bunuh sebelum gantung diri. Ini menjadi sebuah bagian yang amat simbolik, karena dapat mendefinisikan bahwa tokoh Agus mengalami depresi yang sangat kuat.
Namun, jika ditarik benang merahnya, tentu tidak akan ada titik temu antara apa yang diyakini warga tentang pulung gantung yang bersifat supranatural dengan apa yang dikatakan oleh Wage soal depresi yang bersifat saintifik itu.
Keduanya memiliki jalur yang berbeda tetapi sama-sama dipercaya dan ditampilkan melalui film yang berjudul Lamun Sumelang itu. Mitos dan depresi disampaikan melalui Agus dengan sangat rapi dan teliti sebagai tokoh sentral.
Jika direkonstruksi, apa yang dilakukan oleh Ravacana Films menyebabkan dua probabilitas. Pertama, untuk memperkenalkan dan mengukuhkan ‘pulung gantung’ sebagai sebuah mitos lokal mistik di daerah Gunungkidul. Kedua, sebagai upaya untuk memberikan suatu perhatian khsusus terhadap masyarakat bahwa itu merupakan hal teknis yang dapat diselesaikan.
Agus merepresentasikan cara bertahan atas kekurangan ekonominya dengan pergi ke dukun ketimbang ke rumah sakit untuk kesembuhan anaknya. Ia depresi karena hal tersebut. Ditambah kondisi anaknya semakin parah dan ia belum bisa membunuh orang ketujuh sebagai syarat.
Agus dan Marni semakin sedih melihat keadaan anaknya. Bagian ini menjadi puncak klimaks. Ditandai oleh tokoh Marni yang sudah terlihat lelah atas upaya Agus untuk menyembuhkan anaknya yang sakitnya semakin parah.
Agus kembali pergi ke hutan, menunggu orang yang akan bunuh diri untuk ia bunuh, sekaligus menjadikannya korban ketujuh. Ketika pulung gantung datang, ia pun berusaha mengejar dan memasang wajah dengan harapan anaknya kembali sehat.
Kemudian, secara diam-diam, ia menghampiri orang yang akan melakukan bunuh diri. Dengan segera Agus mencekik leher orang tersebut tanpa melihat siapakah orang itu. Setelah melihatnya, ternyata orang itu adalah Marni yaitu istrinya sendiri.
Bagian ini menjadi bagian yang patut digarisbawahi karena dilema moral mengacak-acak pikiran Agus. Metafora kuno yang telah disampaikan di atas menampar pikirannya. Ia harus memilih kenyataan, siapa yang harus diselamatkan antara istri atau ibu kandung jika keduanya hanyut terbawa arus sungai?
Penulis : Nabila maharani