peristiwa

Paus Fransiskus, Prabowo Subianto dan Semua Orang Miskin Terpinggirkan

Senin, 13 November 2023 | 09:45 WIB
Prabowo Subianto

Konsep pembangunan yang digandrungi para dosen ekonomi pembangunan di universitas ternama di dunia ketiga, termasuk Universitas Gajah Mada (UGM) Yogya dan Universitas Indonesia (UI). Kecuali Profesor Doktor Mubyarto pencetus Inpres Desa Tertinggal (iki duit tangkarko, dalam bahasa Jawa) adalah penentang konsep kapitalisme borjuasi dan liberalisme.

Sayang, Mubyarto, pejuang ekonomi Pancasila berjuang sendirian dan dikucilkan bahkan tidak pernah diberi peran strategis di negeri ini. Lebih dari 50 tahun, sekolah tinggi pembangunan masyarakat desa diabaikan, jurusan ilmu pemerintahan desa, jurusan sosiatri pembangunan desa dipandang sebelah mata.

Sebenarnya Prabowo Subianto mau membangkitkan kembali praktik membangun Indonesia dari pinggiran yang sudah lama ditengelamkan.

Di negara Tanzania baik di Sanzibar maupun juga Tanggayika Prof Julius Nyerere menerapkan konsep sosialisme ujama yang menghidupkan semangat kebangsaan dengan menggairahkan agrobisnis di perdesaan.

Demikian pula penerapan konsep Felda di Malaysia, dimana roda pertumbuhan ekonomi dihidupkan oleh industri perkebunan dengan mobilisasi sumber daya manusia di wilayah-wilayah Felda.

Demikian pula konsep Semaul Undong di Korea yang membangun kota dari pinggiran. Di paruh kedua 70-an dan awal 80-an negeri ini juga pernah belajar dari Tanzania khususnya konsep transmigrasi dan pembangunan desa. Jejak kaki Julius Nyerere 1981, terukir di SMA Negeri di Baturaja, Sumatera Selatan.

Oleh Karena itu, membangun Indonesia dari desa sudah pernah dipraktikkan dan hasilnya kita bisa menjadi bangsa yang berdaulat dan mandiri melalui swasembada pangan.

Pertanyaannya adalah apa program nyata dan hal baru dari konsepsimembangun Indonesia?. Bangsa Indonesia tertipu karena minimnya gagasan dan implementasi dalam pemerintah sejak 1945-2023.

Sebelum mempertanyakan program nyata, kita mesti bertanya, lagi intensi dasar munculnya butir membangun Indonesia normatif. Sebab konsep membangun Indonesia datar datar seperti itu sudah ada sebelum pemerintahan Jokowi bahkan sejak sebelum Indonesia merdeka.

Program kolonisasi penduduk Grobogan dan Purwodadi ke Kedong Tataan, Kalianda, Lampung Selatan melalui politik etis Belanda atas perjuangan Dowes Dekker atau Suwardi Suryaninggrat, dkk 1912 yang kisahnya dilukiskan dengan baik oleh peneliti Perancis, Patric Levang berjudul Tanah Sabrang.

Setelah Indonesia merdeka 1945, program kolonisasi diubah sebutannya menjadi transmigrasi, ciri khas bangsa Indonesia bahkan program asli Indonesia karena istilah transmigrasi tidak ditemukan dalam kamus bahasa asing termasuk dalam ensiklopedia terlengkap dunia; Britanica maupun juga Americana.

Lalu apa yang baru dalam program Prabowo yang akan datang? Tentu saja yang baru adalah langkah nyata, menuliskan butir cita-citanya lasim makin menua dilaksanakan di negeri ini.

Kita mendengar dan membangun rakyat memang mengharu-biru kan perasaan bagi orang-orang pinggiran dan yang terpinggirkan. Namun selama ini tidak hanya masa pemerintahan Jokowi berbagai persoalan korupsi terkait infrastruktur pedesaan, korupsi dana desa oleh pelaksana di desa, kabupaten dan juga Kementerian Desa makin meyakinkan kita bahwa demi orang miskin yang digaungkan hanya adagium simbolik, cita-cita tidak substansial bahkan utopia perubahan.

Prabowo sudah paham bahwa penduduk pedesaan adalah orang-orang yang lahir, tumbuh dan berkembang di daerah terpencil, terisolasi, jauh dari hiruk-pikuk modernisasi, bahkan desa diasosiasikan sebagai ujung dari pembangunan.

Kemiskinan dan kebodohan yang menumpuk di pedesaan seringkali dikapitalisasi para penguasa dan politisi untuk kepentingan, setelah berkuasa ditinggalkan begitu saja.

Halaman:

Terkini