KLIKANGGARAN --- Persoalan mafia tanah acap kali menjadi pemicu utama terjadinya sengketa yang berujung konflik di tengah-tengah masyarakat itu sendiri, yang tak jarang kemudian diselesaikan melalui jalur hukum atau peradilan.
Hal ini terjadi diakibatkan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pentingnya menjaga administrasi tanah yang dimiliki, sehingga celah ini dapat dimanfaatkan oleh mafia tanah untuk mengambil keuntungan atas kondisi tersebut.
Untuk itu, masyarakat diminta meningkatkan kewaspadaannya agar tidak menjadi korban mafia tanah. “Masyarakat kita masih banyak yang belum melek hukum, sehingga bisa dimanfaatkan pihak-pihak tertentu,” kata Plt. Kepala Seksi Pengendalian dan Penanganan Sengketa Kantor Pertanahan Kabupaten Luwu Utara, Sawal Dakhriawan, saat ditemui di kantornya belum lama ini.
Sawal mengatakan, masyarakat harus diberikan ruang edukasi, sosialisasi dan pencerahan untuk membekali diri dengan pemahaman ilmu pertanahan yang baik. “Orang kalau sudah melek hukum pasti akan berupaya menjaga dan melengkapi administrasi tanahnya. Ini yang kurang di masyarakat kita, sehingga masih perlu pencerahan,” ucap Sawal.
Bagaimana seharusnya masyarakat menyikapi hal ini agar tidak menjadi korban mafia tanah? Sawal menjelaskan bahwa pemerintah desa harus menjadi pihak pertama yang mesti membekali warganya dengan ilmu-ilmu pertanahan yang baik.
“Yang harus memberikan pencerahan lebih dulu itu di tingkat awal, yaitu desa dan kelurahan. Minimal ada ilmu pertanahan di situ. Karena bagi kami, yang menjadi dasar pendaftaran tanah adalah desa dan kelurahan,” jelasnya.
“Pendaftaran tanah itu berdasarkan surat keterangan dari desa, surat pernyataan dari desa, saksi-saksi dari desa. Nah, ini yang kami teliti nanti dari Tim Panitia Pemeriksa Tanah. Bahwa apakah betul ini surat keterangan memang dibuat oleh desa atau kelurahan. Inilah salah satu tips kami bagaimana memberantas mafia tanah,” sambungnya.
Tips yang lain, kata dia, masyarakat harus mengelola tanahnya dengan sebaik-baiknya, serta menandai dan memberi batas tanah yang sudah dimiliki, khususnya bagi tanah yang memang belum ditempati atau yang masih tanah kosong.
“Tips lain kita kembalikan ke masyarakat untuk mengelola tanahnya dengan baik, menjaga tanda batas, karena banyak pemilik lahan protes bahwa tanahnya diserobot. Dia tinggalkan begitu saja tanahnya tanpa dikelola lebih dulu, kemudian pergi merantau. Setelah puluhan tahun baru kembali dan ternyata sudah ada orang lain yang menguasai,” terangnya.
Ia pun mengingatkan bahwa tanah yang sudah bersertifikat saja acap kali kesandung masalah, bagaimana dengan tanah yang memang belum memiliki sertifikat. “Makanya kembali lagi ke masyarakat untuk menjaga tanda batas, dan mengelolanya sesuai peruntukannya. Ini yang perlu diedukasi ke masyarakat. Sasarannya masyarakat sebagai pemilik tanah,” imbuh dia.
Sawal menambahkan bahwa pemberantasan mafia tanah juga tak bisa lepas dari proses pengadministrasian. Sehingga pihaknya terus berupaya untuk mempersempit ruang gerak mafia tanah dalam melakukan tindakan yang merugikan warga atau pemilik lahan.
“Tertib administrasi pertanahan penting, dan ini dimulai dari tingkat desa dan kelurahan. Intinya, pintu awal pendaftaran tanah itu ada di tingkat desa dan kelurahan. Makanya masyarakat harus menjaga dan mengamankan administrasi tanahnya terlebih dahulu,” ucapnya mengingatkan.
“Karena banyak masyarakat kita yang tahunya hanya menguasai dan menggarap tanahnya saja, belum mengetahui dokumen-dokumen apa saja sebagai syarat untuk menguatkan kepastian hukum atas tanahnya tersebut,” tambahnya.
Upaya lain yang dilakukan terkait administrasi ini adalah melakukan digitalisasi dokumen. Di mana semua dokumen konvensional di-digitalisasi. “Sekarang ini banyak dokumen konvensional di-digital-kan, karena dokumen konvensional rentan dimanipulasi. Apalagi saat ini sudah tanda tangan elektronik, pengarsipan juga elektronik, dikelola pusat, setiap arsip pertanahan database-nya juga di pusat,” paparnya.